Senin 19 Mar 2018 17:42 WIB

Badan Geologi Bangun 1.782 Unit Sumur Bor

Upaya ini bertujuan membantu masyarakat mendapatkan air bersih di wilayah krisis air.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Andi Nur Aminah
Pekerja membuat sumur bor di sekitar lahan gambut (ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO/Saptono
Pekerja membuat sumur bor di sekitar lahan gambut (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Air tanah merupakan sumber air terpenting untuk penyediaan air bersih bagi kehidupan. Sebagai salah satu sumber daya alam, ketersediaan air tanah harus tetap dijaga, mengingat proses pembentukannya membutuhkan jangka waktu yang cukup lama. Air tanah terbentuk bisa bulanan hingga ribuan tahun, tergantung curah hujan dan kondisi hidrogeologi daerah setempat.

Dengan kondisi geologi Indonesia yang cukup rumit dan bervariasi, potensi ketersediaan air tanah juga sangat variatif antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Dalam rangka membantu masyarakat mendapatkan air bersih di wilayah yang sulit air, Badan Geologi Kementerian ESDM melalui Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan (PATGTL) memberikan bantuan sarana air bersih melalui pembangunan sumur bor di wilayah sulit air.

"Badan Geologi mempunyai progam pelayanan air bersih di daerah sulit air melalui pengeboran air tanah. Dalam kurun tahun 2005-2017, Badan Geologi telah menyediakan 1.782 unit sumur bor tersebar di di 312 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Secara keseluruhan kapasitas produksi dari seluruh sumur tersebut adalah sekitar 100 juta m3 per tahun untuk melayani 5 juta jiwa," demikian disampaikan Kepala Badan Geologi, Rudy Suhendar dikutip esdm.go.id, Senin (19/3).

Menurut Rudy, selain memberikan bantuan sarana air bersih, Badan Geologi juga menerbitkan Peta Zona Konservasi Air Tanah yang menunjukkan tingkat kerusakan air tanah baik secara kualitas maupun kuantitas. Peta tersebut disusun berdasarkan Cekungan Air Tanah (CAT) yang sudah ditetapkan oleh Menteri ESDM melalui Permen ESDM Nomor 2 tahun 2017.

Beberapa CAT, terutama yang berada di kota besar sudah menunjukkan tingkat kerusakan yang cukup berarti. Misalnya, CAT Jakarta, CAT Serang-Tangerang (Kota Tangerang dan sekitarnya) CAT Bandung-Soreang (Kota Bandung dan sekitarnya), dan CAT Denpasar-Tabanan (Kota Denpasar dan sekitarnya). Selain tingkat kerusakan kondisi air tanah yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penggunaan air tanah, kondisi ini juga dapat memicu peningkatan laju penurunan tanah (land subsidence) dan semakin jauhnya penyusupan (intrusi) air laut (asin) ke daratan.

"Instrumen untuk kelangsungan air tanah pada CAT adalah adanya peta konservasi air tanah, di situ akan tergambarkan daerah mana yang kritis dan mana yang masih bisa di ekploitasi airnya. Dan agar CAT tidak rusak maka pengelolaan CAT harus dilakukan dengan cermat, cerdas dan tegas," tegas Rudy.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement