Ahad 18 Mar 2018 19:03 WIB

Impor Garam Pastikan Produksi Industri tak Terhenti

Kualitas garam yang dipakai industri tak hanya dipengaruhi kandungan natrium klorida.

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Budi Raharjo
Rumah kubah garam.
Foto: Antara.
Rumah kubah garam.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Perindustrian memastikan produksi industri yang ada di Indonesia tetap berlanjut. Sebab, pemerintah telah membuka adanya impor garam sesuai kebutuhan industri.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, garam merupakan salah satu bahan baku pokok yang dibutuhkan bagi sebagian sektor industri di dalam negeri untuk menunjang keberlanjutan produksinya. Manufaktur yang mengkonsumsi garam industri ini dinilai sebagai sektor andalan dalam menopang pertumbuhan ekonomi nasional dan menyerap banyak tenaga kerja sehingga perlu dijaga ketersediaan bahan bakunya.

"Penggunaan garam ini sangat luas, antara lain di industri kimia, aneka pangan dan minuman, farmasi dan kosmetika, hingga pengeboran minyak. Bahkan, tanpa garam, industri kertas tidak berproduksi, dan kontak lensa tidak bisa jadi," katanya, Ahad (18/3).

Menurut Airlangga, sektor manufaktur yang membutuhkan garam industri sebagai bahan baku tersebut, telah beroperasi cukup lama di Indonesia. Bahkan mencapai puluhan tahun. Oleh sebab itu, kata dia, pemerintah terus mendorong keberlanjutan produksi industri nasional, karena dampaknya pada lapangan pekerjaan, pemenuhan pasar domestik, serta penerimaan negara dari ekspor.

Ia menjelaskan, kualitas garam yang digunakan oleh industri bukan hanya terbatas pada tingginya kandungan natrium klorida (NaCl), minimal 97 persen. Tetapi juga adanya kandungan lain yang harus diperhatikan seperti Kalsium dan Magnesium dengan maksimal 600 ppm serta kadar air yang rendah.

Standar kualitas tersebut yang dibutuhkan industri aneka pangan dan industri chlor alkali plan (soda kostik). Sedangkan garam yang digunakan oleh industri farmasi untuk memproduksi infus dan cairan pembersih darah, harus mengandung NaCl 99,9 persen.

"Jadi, pemerintah mengimpor garam untuk kebutuhan bahan baku industri-industri tersebut, sedangkan untuk garam konsumsi, masih akan dipenuhi oleh industri garam nasional," jelasnya.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman yang mengatakan, industri makanan dan minuman membutuhkan setidaknya 550 ribu ton garam sebagai bahan baku tiap tahunnya. Angka tersebut naik sekitar 22 persen dibandingkan kebutuhan tahun lalu yang hanya 450 ribu ton. "Hal ini seiring dengan peningkatan investasi dan ekspansi di sektor industri makanan dan minuman," kata dia.

Kementerian Perindustrian mencatat, laju pertumbuhan industri makanan dan minuman pada pada tahun 2017 mencapai 9,23 persen, jauh di atas pertumbuhan PDB nasional sebesar 5,07 persen. Peran sektor ini terhadap PDB sebesar 6,14 persen dan terhadap PDB industri nonmigas mencapai 34,3 persen, terbesar dibandingkan sektor lainnya pada periode yang sama. Sektor ini juga menyerap tenaga kerja cukup banyak, yakni lebih dari 3,3 juta orang.

Sementara itu, Direktur PT Asahimas Chemical Eddy Sutanto mengatakan, garam industri merupakan bahan baku utama di sektor industri kimia dasar yang dibutuhkan lebih dari 400 perusahaan nasional. Kebutuhan garam industri ini juga untuk menopang peningkatan ekspor, salah satunya pabrik kimia di Cilegon, Banten yang telah melakukan perluasan usaha sejak 2016 dengan nilai investasi lebih dari Rp 5 triliun.

Selain itu, ekspansi yang dilakukan dalam rangka mengurangi impor bahan kimia dan mengamankan pertumbuhan industri kimia dan industri-industri turunannya. "Maka itu, kebutuhan garam industri pun meningkat seiring dengan perluasan investasi tersebut," ujar dia.

Diperkirakan, untuk industri-industri kimia sejenis, penggunaan garam industri impor saat ini sekitar 1,8 juta ton per tahun. Ia menjelaskan, untuk industri kimia sendiri, garam industri yang diimpor dilakukan langsung oleh industri kimia dan diterima di pelabuhan sendiri untuk kemudian digunakan sendiri.

"Jadi, tidak ada broker, hal ini untuk menjaga keberlangsungan produksi yang beroperasi 24 jam non-stop dan menjaga cost competitiveness dari produk kimia tersebut untuk kebutuhan di dalam negeri dan persaingan di pasar ekspor," tuturnya.

Merujuk data Kemenperin, kebutuhan garam industri nasional tahun 2018 sekitar 3,7 juta ton. Bahan baku ini akan disalurkan kepada industri Chlor Alkali Plant (CAP), untuk memenuhi permintaan industri kertas dan petrokimia sebesar 2.488.500 ton.

Selain itu, bahan baku garam juga didistribusikan kepada industri farmasi dan kosmetik sebesar 6.846 ton serta industri aneka pangan 535 ribu ton. Sisanya, kebutuhan bahan baku garam sebanyak 740 ribu ton untuk sejumlah industri, seperti industri pengasinan ikan, industri penyamakan kulit, industri pakan ternak, industri tekstil dan resin, industri pengeboran minyak, serta industri sabun dan detergen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement