REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) meluncurkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2018-2027. Dalam RUPTL itu disepakati rencana pembangunan pembangkit PLN sampai 2027 mendatang sebesar 56 ribu megawatt.
Menteri ESDM, Ignasius Jonan, menjelaskan target pembangunan pembangkit ini melihat kebutuhan listrik masyarakat yang tercermin melalui pertumbuhan konsumsi listrik yang diproyeksi rata rata akan mencapai 6,86 persen. Angka dan target yang disepakati dalam RUPTL ini memang menurun jika dibandingkan RUPTL 2017-2026 yang sebesar 77,9 ribu megawatt dengan asumsi pertumbuhan konsumsi listrik 8,3 persen.
"Gini, pertama ditanya kenapa dikurangi. Sebenernya gini, pas bikin 2017 itu kita mengikuti program yang kita yakin bahwa kebutuhannya itu lebih tinggi daripada sekarang. Sekarang kita lihat pertumbuhan listrik 7 persen," ujar Jonan di Kantor Kementerian ESDM, Selasa (13/3).
Jonan menjelaskan ada berbagai macam pertimbangan yang dibuat oleh PLN dan Pemerintah untuk menurunkan rencana RUPTL ini. Ia menjelaskan di satu sisi pemerintah hendak memaksimalkan faktor kapasitas. Saat ini kata Jonan sudah mencapai 85 persen.
Ketika Kapasitas produksi dari pembangkit tersebut meningkat, maka biaya pokok produksi yang harus ditanggung PLN bisa lebih rendah. Ketika biaya pokok produksi rendah, maka PLN masih mempunyai spare margin ditengah kondisi tarif listrik harus bisa diakses masyarkat. "Supaya biaya pokok produksi per kwh bisa turun. Kapasitas faktornya naik, biaya ditekan," ujar Jonan.
Selain pembangunan pembangkit, dalam RUPTL juga ditargetkan Bauran energi diakhir 2025 komposisi batu bara sebesar 54 persen dan EBT mencapai 23 persen. Sedangkan, total rencana pembangunan transmisi 63.855 kilometer.
Total rencana gardu induk 541 ribu. Total rencana jaringan 526.390 kilometer. Jadi total gardu 52.612 mva.
"Ini jadi disusun berdasarkan proyeksi. COD-nya setiap pembangkit itu, dicocokkan dengan proyeksi pertumbuhan kebutuhan listrik disetiap wilayah. Nah, kan pertanyaannya begini, ini bakal kurang gak. Nah, selama ini pemerintah melalui PLN kalau pertumbuhan ekonominya melonjak, mestinya masih cukup. Cadangan di daerah kan paling tidak 30 persen," tutup Jonan.