REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan data pertanian dari Kementerian Pertanian seringkali tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Sehingga hal itu kerap berpengaruh pada kebijakan pemerintah terkait pangan.
"Selain meningkatkan produktivitas, tentu juga kita harus memperbaiki data-data kita. Hampir semua data pertanian, kadang-kadang tidak sesuai lapangan. Ada Menteri Pertanian (Amran Sulaiman, Red) di sini yang tidak pernah berkantor tapi selalu di lapangan," kata Wapres Kalla saat membuka Jakarta Food Security Summit di Jakarta Convention Center, Kamis (8/3).
Wapres menyontohkan kekeliruan data pertanian tersebut terjadi ketika mengukur jumlah produksi beras di dalam negeri karena kelangkaan beras dan untuk menentukan kebijakan impor beras di Tanah Air. "BPS masih bingung untuk menentukan berapa produksi tahun ini. Sering saya katakan kepada Mentan, produksi itu sama dengan konsumsi ditambah ekspor dikurangi impor," kata Wapres Kalla.
Konsumsi beras penduduk Indonesia rata-rata per orang 114 kilogram per tahun. Wapres mengatakan, angka tersebut termasuk paling tinggi di antara negara-negara kawasan Asia.
Sehingga, lanjutnya, Pemerintah Indonesia tidak banyak mengekspor beras ke luar negeri karena angka produksi beras di dalam negeri dinilai tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan Wapres pada maret 2015, pemerintah menemukan angka konsumsi beras penduduk Indonesia mencapai 114 kilogram per kapita per tahun.
Artinya, dengan jumlah penduduk sekitar 260 juta jiwa, maka total konsumsi beras nasional sebanyak 28 juta ton per tahun. "Oleh karena itu, tugas Menteri Pertanian jauh lebih besar dari sekarang. Walaupun statistik mengatakan tinggi, tapi tentu konsumsi tidak seperti itu. Itu penting untuk bersama-sama dikerjakan dan data juga perlu kita perbaiki," ujar dia.