REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Mata uang-mata uang Asia tengah menghadapi masa koreksi setelah dua dekade berada di level terbaiknya. Hanya saja, tanda lebih serius ditunjukkan rupiah setelah dua pekan anjlok.
Rupiah menjadi indikator beberapa surat utang Asia yang kepemilikan asingnya terbilang tinggi. Rupiah termasuk di antara mata uang yang pertama kali dilepas saat sentimen pasar mulai masam dan biasanya diikuti pula oleh penurunan mata uang dari negara-negara yang selevel.
Rupiah sudah turun 1,6 persen sejak Februari 2018 lalu dan menunjukkan performa terburuk di antara mata uang Asia lain dan performa ketiga terburuk di antara 24 negara emerging market. Rupiah merosot seiring aksi jual saham dan surat utang oleh investor asing yang berharap imbal hasil lebih besar dengan sinyal kenaikan suku bunga lebih tinggi di AS.
Menurut Kepala Ekonom dan Strategi Mizuho Bank Ltd yang berbasis di Singapura, Vishnu Varathan, rupiah merupakan versi beta Asia setelah risiko era Jepang. "Turunnya nilai rupiah jelas bukan hal yang khusus, meski tidak juga terbelakang. Persoalannya diperparah risiko perdagangan global, likuditas global yang mulai turun," kata Varathan seperti dikutip Bloomberg, Selasa (6/3).
Bloomberg JPMorgan Asia Dollar Index yang menelusuri nilai 10 mata uang regional terhadap dolar AS, menunjukkan terjadinya peningkatan hingga 6,7 persen tahun lalu sejak tren naik itu muncul sejak 1994 lalu. Bila rupiah terbukti akan menjadi 'burung kenari di tambang batu bara', mata uang ini mungkin akan mendapat momen untuk pulih kembali tahun ini.
Sejumlah mata uang regional mungkin akan tertekan dengan naiknya nilai dolar AS. Uang hijau ini mendapat pijakan naik sejak Gubernur The Federal Reserve yang baru, Jerome Powell, memberi sinyal positif kepada pemerintah AS pekan lalu. Pengakuannya atas kondisi ekonomi AS yang makin kuat mendorong spekulasi The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak empat kali tahun ini.
Dana internasional sebesar 1,02 miliar dolar AS (sekitar Rp 1.400 triliun) keluar dari surat utang Indonesia pekan lalu. Angka itu adalah yang tertinggi sejak November 2016. Di saat yang sama, dana keluar dari pasar saham pun mencapai 186 juta dolar AS (sekitar Rp 2.550 miliar).
Pelemahan mata uang di Asia juga menunjukkan tandanya dengan melemahnya nilai peso Filipina ke titik terendah sejak Juli 2006 pada bulan lalu. Won Korea Selatan dan rupee India juga stabil di level rendah sejak Februari.
Turunnya rupiah sering membayangi kelesuan mata uang Asia. Pada Januari 2016, Asia Dollar Index bahkan merosot dalam tujuh tahun terkahir dan rupiah menunjukkan titik terendah sejak 1998.