REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menilai, pelemahan posisi mata uang rupiah saat ini sudah berlebihan. Pasalnya, pagi ini kurs rupiah sempat menyentuh level Rp 13.800 per dolar AS.
"Maka sejak pagi kami sudah langsung siap, sudah diskusi. Jadi ketika pasar buka, kita langsung antisipasi, karena BI merasa Rp 13.800 per dolar AS merasa itu level yang sudah cukup berlebihan," ujar Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI Doddy Zulverdi di Jakarta, Kamis, (1/3).
Ia menegaskan, angka tersebut tidak sesuai dengan fundamental. Hal itu karena, kurs Rupiah dinilai bisa kembali menguat dengan dorongan dari berbagai sentimen positif di domestik.
Dodi memastikan, pelemahan mata uang tersebut murni disebabkan oleh faktor global. Di antaranya penguatan mata uang dolar AS yang dipengaruhi oleh pernyataan Gubernur Baru The Fed Jerome Powell yang menunjukkan kepastian terhadap penaikkan suku bunga The Fed tahun ini.
BI Lakukan Intervensi Pasar Redam Kejatuhan Rupiah
"Sejak awal Februari sangat terasa, memang dinamika di pasar keuangan global cukup kencang. Hal itu terjadi tidak lama setelah FOMC (Federal Open Market Committee), setelah itu perkembangan pasar keuangan global menjadi bergerak lebih cepat," jelas Dodi.
Apalagi, kata dia, data ekonomi AS juga tampak positif. "Banyak data mereka muncul lalu indikasikan ekonomi mereka terus tumbuh. Ini buat keyakinan di pasar, kalau suku bunga AS akan naik. Lalu ketika Powell pidato kemarin, pernyataanya dibaca sebagai lebih hawkish," kata Dodi.
Maka dari itu, ia menegaskan, BI akan terus mengintervensi pasar. Dia memastikan, intervensi yang dilakukan BI disesuaikan dengan seberapa besar tekanan rupiahnya. Sebagai informasi, pada perdagangan siang tadi, mata uang rupiah berada di level Rp 13.755 per dolar AS.