REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyatakan pergerakkan nilai tukar rupiah yang pada Kamis (1/3) pagi sempat menyentuh angka Rp 13.800 per dolar AS sudah tidak sesuai fundamental perekonomian. Bank Sentral mengaku melakukan intervensi pasar pada Kamis (1/3) pagi, sehingga membuat kurs rupiah sedikit menguat di perdagangan siang hari.
"Variabel rupiah saat tadi terlalu lemah. Seharusnya bisa lebih kuat jika melihat perbaikan kondisi ekonomi domestik," kata Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI Doddy Zulverdi di Jakarta, Kamis (1/3).
Di perdagangan Kamis siang ini, nilai tukar rupiah bergerak di kisaran Rp 13.755 per dolar AS. Sepanjang tahun berjalan sejak 1 Januari hingga 1 Maret 2018, volatilitas rupiah sebesar 8,3 persen.
"Angka Rp 13.800 per dolar AS berlebihan. Karena jika melihat inflasi membaik, neraca pembayaran surplus, pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, seharusnya rupiah bisa lebih kuat. Jadi pelemahan tadi karena faktor global," jelas Doddy.
Kamis pagi tadi, Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) yang diumumkan Bank Indonesia menunjukkan, kurs rupiah Rp 13.793 per dolar AS itu melemah 86 poin dibanding Rabu (28/2) yang sebesar Rp 13.707 per dolar AS.
Pelemahan rupiah, di antaranya, karena dua faktor yakni pertama data perbaikan ekonomi AS dan dan juga pidato Gubernur The Fed Jerome Powell di depan Kongres AS yang mengindikasikan ekonomi AS ke depan akan membaik dan inflasi yang akan naik.
Namun, kondisi ekonomi domestik tidak akan membuat pelemahan rupiah terlalu dalam, terutama karena sasaran inflasi yang masih terjaga di jangkar Bank Sentral dan proyeksi pertumbuhan yang lebih baik tahun ini. "Tidak ada alasan rupiah melemah jika melihat faktor domestik," ujar Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo.
Analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada mengatakan pelaku pasar menterjemahkan pidato Powell sebagai sikap yang hawkish. "Sikap hawkish The Fed itu direspon oleh pelaku pasar dengan melepas sebagian aset di mata uang negara berkembang, termasuk Indonesia sehingga rupiah mengalami tekanan," tuturnya.
Di depan Kongres AS, Selasa malam lalu, Powell menyampaikan optimismenya terhadap pemulihan ekonomi Amerika Serikat sehingga perlu dilakukan langkah antisipasi dari sisi moneter untuk mencegah overheating ekonomi, yaitu melalui penyesuaian tingkat suku bunga. "Pernyataan itu memperkuat kenaikan suku bunga Fed lebih lanjut tahun ini," kata Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra.