Peningkatan konsumsi bahan bakar fosil menyebabkan peningkatan emisi yang pada gilirannya akan menimbulkan pemanasan global yang berpengaruh nyata terhadap pola hidup dan kehidupan manusia. Penggunaan energi terbesar untuk kebutuhan sehari-hari di Indonesia berasal dari minyak bumi, yaitu berupa minyak tanah, bensin, dan solar.
Kebutuhan energi primer Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Minyak bumi masih menjadi energi dominan yang digunakan di dalam energi primer di Indonesia, sehingga tidak dapat dihindari terjadinya krisis energi minyak bumi yang disebabkan ketimpangan produksi dan konsumsi energi nasional.
Indonesia memiliki kekayaan sumber daya genetik tanaman yang potensial sebagai sumber energi terbarukan untuk dijadikan BBN (Bahan Bakar Nabati) berupa biodiesel, bioetanol, dan bio-oil (minyak nabati murni). Dengan beberapa persyaratan tertentu, biodiesel dapat menggantikan solar, bioetanol dapat menggantikan premium, sedangkan bio-oil dapat menggantikan minyak tanah dan gas.
Sumber daya genetik tanaman potensial yang menghasilkan minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel atau bio-oil di Indonesia adalah kelapa sawit (//Elais guinensiss Jacq//), jarak pagar (Jatropha curcas), jarak kepyar (Ricinus communis L), kemiri sunan (Reutealis trisperma (Blanco) airy shaw), dan nyamplung (Calophyllum inophyllum).
Keberadaan empat sumber daya genetik tersebut di Indonesia memiliki keunggulannya masing. Kelapa sawit adalah tanaman budidaya yang sangat banyak di Indonesia. Luas areal pertanaman kelapa sawit nasional mencapai 10,9 juta hektare yang tersebar hampir di semua wilayah Nusantara. Bahkan, Indonesia merupakan penghasil minyak sawit terbesar di dunia. Buah ini memiliki kadar minyak 22 persen dengan produktivitas 3,5 ton per hektare.
Tanaman jarak sudah lama dikenal di masyarakat Indonesia sejak dulu sebagai tanaman pagar di pekarangan. Luas areal pertanaman jarak pagar di Indonesia mencapai 35.225 hektare dengan produktivitas biji kering tahun pertama sebesar 880.78 kilogram per hektare dan kadar minyak antara 37,49 sampai 41,44 persen.
Kemiri sunan merupakan tanaman tropis berbentuk pohon yang menyebar di berbagai tempat di Indonesia dengan produktivitas biji kering mencapai 125,21 kilogram per pohon dan kadar minyak 49,44 persen.
Adapun nyamplung merupakan tumbuhan asli Indonesia (endemic) yang banyak terdapat di daerah pesisir berpasir dan berhumus dengan luas area persebaran diperkirakan mencapai 252.300 hektare, baik yang berada di luar maupun di dalam kawasan hutan. Produktivitas biji nyamplung adalah 50 kilogram per pohon per tahun dengan kadar minyak sebesar 40 sampai 73 persen.
Selain keempat tanaman ini, Indonesia juga kaya sumber daya genetik tanaman potensial penghasil nira sebagai bahan baku bioetanol. Tanaman itu adalah nipah (Nypa fruticans wurmb), aren (Arenga pinnata), lontar/siwalan (Borassus flabellifer L), kelapa (Cocos nucifera L), dan tebu (Saccharum officinarum L).
Nipah termasuk jenis tanaman palem yang diperkirakan terdapat di lahan sekitar 0,75 sampai 1,35 juta hektare hutan nipah di Indonesia (Agushoe, 2009). Produksi nira mencapai 20 ton per hektare dengan kandungan gula sebesar 15 sampai 20 persen (Smith, 2006).
Aren banyak dijumpai hampir di seluruh indonesia yang tumbuh secara alami dengan luas areal diperkirakan mencapai 60.482 hektare dan produktivitas nira sebesar 15 sampai 30 liter per pohon per hari.
Tanaman lontar atau siwalan merupakan jenis tanaman palmae yang biasanya dimanfaatkan masyarakat sebagai minuman yang disebut legen. Luas area pertanaman lontar yang diketahui mencapai 15 ribu hektare dengan produksi nira sebesar 6 liter per pohon per hari dan kandungan gula sebesar 10 sampai 15 persen.
Kelapa merupakan tanaman rakyat yang memiliki peran sosial, budaya ,dan ekonomi dalam kehidupan masyarakat indonesia. Luas area tanaman kelapa tercatat 3.739.350 hektare dengan produktivitas nira sebesar 2,17 liter per tandan per hari dan kadar gula mencapai 13,51sampai 14,56 persen (Mashud dan Matana, 2014; Ditjenbun, 2012).
Tebu tergolong tanaman semusim dan dapat menghasilkan nira dari bagian batang tanaman. Luas area pertanaman tebu nasional adalah 487.095 hektare dengan produktivitas tebu sebesar 74,93 ton per hektare dan kandungan gula 12 sampai 17 persen.
Keberadaan tanaman sumber BBN tersebut di atas telah tumbuh dan berkembang dengan baik sejak lama di daerah pelosok pedesaan dan daerah terpencil Indonesia. Bahkan, di daerah dengan akses listrik dan sumber energi lain yang minim dan sulit ditemukan, tanaman-tanaman itu tumbuh subur di sana.
Sumber daya genetik tanaman tersebut sangat potensial sebagai alternatif dalam memenuhi kebutuhan energi di pedesaan. Sebab, tanaman-tanaman itu bisa menghasilkan nira atau minyak dengan rendemen tinggi yang dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan bioetanol, biodiesel, dan bio-oil.
Hal ini didukung pula dengan banyaknya penelitian dan pengembangan teknologi proses produksi BBN yang sederhana dan tepat guna sehingga dapat dilakukan di pedesaan sekalipun.
Ke depan, pemanfaatan nira dan minyak nabati dalam produksi BBN diharapkan bisa menjadi substitusi konsumsi minyak bumi secara nasional. Secara khusus, BBN bisa memenuhi kebutuhan energi di pedesaan sebagai bahan bakar kompor, motor diesel, traktor, penerangan rumah, dan jalan. (Ahmad Dhiaul Khuluq/Balittas)