Kamis 22 Feb 2018 14:59 WIB

Kemendag akan Naikkan Porsi Produk Lokal di E-Commerce

Upaya untuk menaikkan porsi produk lokal akan dilakukan bertahap.

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Dwi Murdaningsih
 Warga memilih barang menggunakan web aplikasi belanja online di Jakarta, Rabu (25/11).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Warga memilih barang menggunakan web aplikasi belanja online di Jakarta, Rabu (25/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan segera menentukan persentase produk lokal di platform niaga daring untuk mengimbangi dominasi barang impor. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, upaya untuk menaikkan porsi produk lokal di e-commerce itu akan dilakukan secara bertahap.

"Mengenai berapa persen produk lokal di e-commerce, kita akan buat tahapannya," ujar Mendag, dalam konferensi pers bersama usai melakukan pertemuan dengan sejumlah penyelenggara marketplace di kantornya, Kamis (21/2).

Meski belum ada data pasti, persentase produk lokal di e-commerce saat ini diperkirakan hanya 10 persen. Jika pemerintah menerbitkan aturan yang mewajibkan e-commerce memberikan persentase produk lokal sebesar 80 persen, seperti halnya di ritel konvensional, Enggar khawatir industri e-commerce dapat terganggu. Karena itu, porsi produk lokal di e-commerce akan dinaikkan secara bertahap.

Barang Impor Masih Dominasi E-commerce Indonesia

"Kalau dari 10 persen dinaikkan jadi 50 persen saja itu shocking. Kita tidak bisa membuat ketentuan yang mengagetkan dan mengganggu," kata dia.

Isu soal porsi produk lokal di e-commerce yang sangat kecil sebelumnya telah dikonfirmasi oleh BliBli. Perusahan yang menyediakan platform niaga daring itu mengungkap bahwa dari dari 2,5 juta produk, hanya sekitar 100 ribu yang merupakan produk dalam negeri. Namun, Enggar mengaku mendapat laporan ada e-commerce yang menyatakan porsi produk lokal mereka mencapai 40 persen. Sehingga, ia menyimpulkan ada kondisi yang berbeda di tiap marketplace.

Kepala Divisi Edukasi Ritel Asosiasi E-Commerce Indonesia (IdEA) Mohamad Rosihan mengatakan, sulit bagi e-commerce untuk mengidentifikasi berapa persen porsi produk lokal dan produk impor. Sebab, tidak ada kewajiban bagi penjual untuk mendeklarasikan asal barang mereka.

Lagipula, Rosihan melanjutkan, definisi mengenai produk lokal juga belum jelas. "Apakah produk lokal itu semua yang diproduksi di dalam negeri meski brand-nya global? Atau yang betul-betul origin Indonesia seperti batik karena semuanya diproduksi di sini?"

Hal ini lah, kata dia, yang akan dirumuskan bersama oleh IdEA dan Kementerian Perdagangan. Kedua pihak akan mendefinisikan ulang pengertian produk lokal sebelumpemerintah mengeluarkan regulasi mengenai ketentuan persentase produk dalam negeri di e-commerce.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement