REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS -- Pemerintah Venezuela bersiap melakukan penjualan mata uang digitalnya yakni Petro. Presiden Venezuela Nicolas Maduro berharap mata uang digital negara itu dapat membantu melakukan transaksi keuangan dan mengatasi sanksi yang saat ini dikenakan negara-negara barat.
Dilansir CNBC, Rabu (21/2), Pemerintah Venezuela mengatakan, Petro akan didukung oleh cadangan minyak, gas, emas, dan berlian. Regulator uang digital di negara tersebut menyatakan akan menarik investasi dari Qatar, Turki, dan Timur Tengah. Selain itu, mereka juga membidik investasi dari Eropa dan Amerika Serikat (AS).
Sebanyak 100 juta Petro akan dijual dengan nilai awal ditetapkan sebesar 60 dolar AS berdasarkan harga satu barel minyak mentah Venezuela. Menurut Maduro peluncuran Petro ini berada dalam waktu yang tepat. Dia menilai Petro akan memberikan dampak besar untuk mengakses mata uang asing di dunia. Melalui akses ini maka pemerintah dapat memperoleh barang dan layanan dari berbagai negara untuk memenuhi kebutuhan rakyat Venezuela.
Venezuela saat ini tak hanya menghadapi inflasi yang meningkat hingga empat kali lipat, tetapi juga menghadapi keruntuhan produksi minyak. Produksi minyak mentah Venezuela tercatat turun 29 persen (year on year/yoy) pada 2017.
Banyak pihak yang khawatir, penurunan harga minyak Venezuela juga akan meningkatkan kemungkinan kegagalan pembayaran utang negara tersebut. Meski banyak yang meragukan, salah satu analis menganggap Petro sebagai ide bagus dan bisa berfungsi sebagai pendahulu proyek serupa dari para pemimpin dunia lainnya, termasuk Presiden Rusia Vladimir Putin.
Venezuela sedang mengalami krisis akibat sanksi embargo ekonomi. Sanksi ini menyebabkan tingginya inflasi di negara kaya minyak tersebut. Bahkan Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi akan terjadi kenaikan inflasi di Venezuela sebesar 13 ribu persen pada akhir tahun ini.