REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai, pertumbuhan penerimaan pajak pada Januari 2018 yang mencapai 11,17 persen dibandingkan tahun sebelumnya adalah dampak larangan praktik ijon. Menurut Sri Mulyani, praktik memungut pajak lebih awal itu masih terjadi dua hingga tiga tahun lalu. Hal itu tercermin dari capaian penerimaan pajak Januari 2015 dan 2016 yang tumbuh negatif dibandingkan tahun sebelumnya.
"Januari 2015 pertumbuhan penerimaannya negatif. Itu mungkin karena ijon jadi mereka (Wajib Pajak) sudah tidak bayar lagi. Januari 2016 juga masih negatif. Kelihatan itu mengambil ijon yang sudah diambil di Desember," ujar Sri Mulyani dalam paparan kinerja APBN 2018 di Jakarta, Selasa (20/2).
Sri Mulyani mengatakan, realisasi penerimaan pajak pada Januari 2018 mencapai Rp 78,94 triliun atau 5,54 persen dari target 2018 sebesar Rp 1.424 triliun. Capaian itu tumbuh sebesar 11,17 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Apabila tidak memperhitungkan penerimaan dari uang tebusan Amnesti Pajak, maka pertumbuhan penerimaan pajak pada Januari 2018 mencapai 11,88 persen.
Secara lebih rinci, pertumbuhan penerimaan pada Januari 2015 adalah sebesar minus 12,41 persen dibandingkan tahun sebelumnya dan pada Januari 2016 sebesar minus 4,43 persen. Sementara, pada Januari 2017 pertumbuhan penerimaan pajak baru memasuki level positif dengan tumbuh sebesar 6,7 persen.
"Ini menunjukkan saat ini APBN kita dikelola secara lebih konsisten dan sehat sesuai prinsip kehati-hatian," ujar Sri Mulyani.