Selasa 20 Feb 2018 02:02 WIB

Kadin: Pemerintah Harus Antisipasi Ekonomi Digital

Kadin menilai pemerintah perlu membuat kebijakan yang bersifat insentif.

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Nur Aini
 Ketua Umum kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Rosan Roeslani
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ketua Umum kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Rosan Roeslani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industi (Kadin) Indonesia menyoroti perlunya terobosan baru dalam menghadapi ekonomi digital dan tingginya ketimpangan. Pemerintah pun dinilai harus mengantisipasi cepatnya ekonomi digital.

"Kita harus mencari sebuah inovasi, terobosan, bagaimana kita mengimbangi ini semua," kata Ketua Kadin, Rosan Roeslani, Senin (19/2).

Dia mengatakan penting bagi masyarakat Indonesia memanfaatkan ekonomi digital untuk menjangkau baik dari segi sumber daya manusia, pemasaran, maupun permodalan. Sebab, melalui ekonomi digital bisa menciptakan keterjangkauan yang luas. Contohnya marketplace online seperti Lazada, Bukalapak, dan lain sebagainya yang memudahkan pemasaran hingga seluruh nusantara. Sayangnya, hanya enam hingga tujuh persen yang memasarkan produk Indonesia. "Jadi 94 samlai 93 persen menjual produk asing," kata dia.

Menurutnya, kondisi tersebut secara langsung dan tidak langsung, marketplace online tersebut justru memasarkan produk asing. Untuk itu, ia menilai, diperlukan suatu kebijakan yang mampu menyeimbangkan ini semua.

Sebagai pelaku usaha, pihaknya melihat kebijakan yang diterapkan harus bersifat insentif, tidak bisa ada unsur paksaan seperti insentif fiskal atau perpajakan. "Berikan itu, kalau anda komponen dalam negeri kita kasih insentif, kalau sifatnya keharusan biasanya tidak berjalan, karena kita melihat dari kesiapan, kemampuan, dan lainnya," katanya.

Ia mengatakan, di era digital ini harus mewaspadai pihak asing mengingat modal menjadi kekuatan yang sangat utama di dalam era digitalisasi. Contohnya seperti yang terjadi pada empat Unicorn Indonesia.

"Ada 4 perusahaan e-commerce yang dalam jangka waktu empat bulan itu di-inject kurang lebih itu Rp 60 triliun lebih," ujar dia. Empat unicorn tersebut yakni GoJek, Traveloka, Tokopedia, dan Bukalapak.

"Jadi hal ini juga harus kita pikirkan karena ini berputar sangat cepat, kalau dulu eranya sampai 50 tahun, 30 tahun, tapi ini sangat cepat," ujarnya.

Menurutnya, jika Indonesia tidak segera mengantisipasi dengan cepat, maka ancaman kerja akan kembali terjadi. Ekonomi Pancasila yang dicetuskan Ikatan Cendekia Muslim Indonesia (ICMI) diakui Rosan merupakan suatu terobosan yang bisa mengatasi hal tersebut.

Perekonomian Pancasila yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila tidak bisa ditiadakan dan sudah berabad-abad hingga ribuan tahun ada. Hanya saja perlu diatur bagaimana Ekonomi Pancasila berada di koridor yang benar.

Dalam kesempatan yanga sama Ketua Umum Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf melihat sistem ekonomi saat ini yang dikuasai pemain besar. Pada sektor-sektor strategis, hanya ada lima hingga tujuh pemain besar. Hal tersebut menjadi penyebab mengapa tingginya pertumbuhan ekonomi tidak berdampak signifikan pada pengentasan ketimpangan, justru meningkat. "Karena benefitnya mereka saja yang rasakan," kata dia.

Regulasi-regulasi yang ada juga perlu segera diperbaiki karena diakui Syarkawi ada regulasi yang menghmbat munculnya pengusaha-pengusaha baru. Beberapa regulasi dinilai memberi privilage kepada satu atau dua orang saja untuk berbisnis di satu sektor tertentu. "Kita harus dorong munculnya pengsuaha-pengusaha baru di sektor-sektor strategis," ujar dia. Melalui ekonomi pancasila ini lah, ia mengatakan, yang menjunjung keadilan bisa menjadi pelecut dalam mengatasi ketimpangan ekonomi yang ada.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement