Senin 05 Feb 2018 20:55 WIB

Petani Jepang Ini Kagum Indonesia Gotong Royong Saat Panen

Di Jepang, panen bersama sudah jarang dilakukan petani

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Hazliansyah
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana bekerja sama dengan stasiun televisi Tokyo MX TV menggelar seminar bertajuk Persahabatan Indonesia-Jepang Melalui Teknologi Pertanian di Ruang Prof Harun Zain Universitas Mercu Buana, Jakarta, Senin (5/2).
Foto: Republika/Shelbi Asrianti
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana bekerja sama dengan stasiun televisi Tokyo MX TV menggelar seminar bertajuk Persahabatan Indonesia-Jepang Melalui Teknologi Pertanian di Ruang Prof Harun Zain Universitas Mercu Buana, Jakarta, Senin (5/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Petani asal Jepang, Masakatsu Uchiyama, kagum melihat praktik gotong royong masih dijunjung tinggi para petani Indonesia. Uchiyama melihat langsung aksi saling membantu di masa panen itu saat bertandang ke sebuah lahan pertanian di Subang, Jawa Barat.

"Ini adalah sebuah keunggulan luar biasa dan saya harap tetap dijaga untuk ke depannya," kata Uchiyama saat menjadi pembicara dalam seminar "Persahabatan Indonesia-Jepang Melalui Teknologi Pertanian" yang digelar Universitas Mercu Buana bersama Tokyo MX TV, Senin (5/2).

Pria 68 tahun asal Desa Ten-ei, Prefektur Fukushima, itu mengatakan, pertalian saling membantu demikian dalam bahasa Jepang disebut yui. Walaupun masih ada di daerah tertentu, menurut Uchiyama, panen bersama-sama tersebut sudah cukup jarang dilakukan petani Jepang.

Panen padi di Jepang, kata Uchiyama, biasa dilakukan seorang petani saja dengan menggunakan mesin khusus. Menurut pemilik lahan pertanian penghasil beras Japonica seluas 15 hektare itu, perkembangan sektor pertanian di Jepang telah mengalami perubahan besar.

Salah satu hal yang mencolok, kata dia, adalah generasi muda saat ini lebih suka bekerja kantoran atau di industri lain setelah lulus sekolah. Tidak banyak yang memilih sektor pertanian sehingga jumlah orang yang bergerak di sektor pertanian semakin sedikit dan harus mengandalkan mesin.

Alasan utamanya adalah kurangnya kesejahteraan dan pendapatan yang dianggap lebih rendah dibandingkan industri lain.

Uchiyama juga pernah berpikir demikian, tapi meneruskan usaha pertanian keluarga merupakan tanggung jawabnya setelah kematian mendiang kakak lelaki tertuanya.

Menurut Uchiyama, tiap petani harus berusaha memikirkan bagaimana cara meningkatkan penghasilannya dengan efisiensi, meminimalisir sistem distribusi, dan menghasilkan produk berkualitas yang diminati konsumen. Jika petani terbukti dapat sejahtera, akan banyak generasi muda yang mau kembali menjadi petani.

"Di keluarga saya saat ini pun ada seorang putra yang dulunya kerja di kantor tapi dia sudah bertekad mulai April 2018 mau kembali ke desa dan menjadi petani seperti saya, meneruskan usaha saya," kata Uchiyama bangga.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement