REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Perekonomian Sumatra Barat mulai menunjukkan perbaikan, setelah tren perlambatan pertumbuhan terjadi sejak 2012 lalu. Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar merilis, pertumbuhan ekonomi Sumatra Barat pada 2017, secara kumuatif, sebesar 5,29 persen.
Angka tersebut naik tipis dibanding capaian pertumbuhan tahun 2016 lalu sebesar 5,27 persen. Sementara secara kuartalan, pada kuartal IV 2017 ekonomi Sumbar mampu tumbuh 0,68 persen, melambat dibanding kuartal sebelumnya.
Sejak 2012 lalu, pertumbuhan ekonomi Sumatra Barat memang menunjukkan perlambatan. Catatan BPS, ekonomi Sumbar 2012 lalu sanggup tumbuh hingga 6,31 persen. Sementara tahun-tahun berikutnya berturut-turut tumbuh 6,08 persen pada 2013, 5,88 persen pada 2014, dan 5,53 persen pada 2015. Meski kenaikan pada 2017 terbilang tipis, tetapi Kepala BPS Sumbar Sukardi memandang hal ini memberikan sinyal positif bahwa ekonomi 2018 ini bisa melanjutkan tren perbaikan pertumbuhan.
"Dengan porsi industri yang masih sedikit, ekonomi Sumbar mampu tumbuh di atas angka nasional. Apalagi bila industri bisa terus didorong," kata Sukardi, Senin (5/2).
Ada beberapa dinamika perekonomian yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Sumatra Barat 2017 lalu. Misalnya, penurunan produksi karet dan kakao pada kuartal IV 2017 karena curah hujan yang terlalu tinggi. Hal ini membuat sektor pertanian melambat dibanding kuartal III 2017. Apalagi produksi pertanian sangat berpengaruh pada pemenuhan bahan baku industri besar dan sedang di Sumatra Barat.
Meski begitu, ada juga peningkatan produksi tanaman pangan di Pasaman Barat, Pasaman, dan Padang Pariaman. Sementara itu produksi peternakan juga sempat menurun karena kejadian matinya 100 ekor sapi di Kabupaten Dharmasraya selama kuartal IV 2017 lalu.
Pertumbuhan ekonomi Sumatra Barat juga didukung oleh laju inflasi yang rendah sepanjang 2017 sebesar 2,12 persen. Banyaknya perhelatan berskala internasional seperti Tour de Singkarak dan Forum Investasi pada akhir 2017 juga ikut mendorong pertumbuhan ekonomi.
Secara rinci, sumber pertumbuhan ekonomi Sumatra Barat bisa dipilah berdasarkan sisi produksi dan sisi pengeluaran. Dilihat dari sisi produksinya, lapangan usaha sektor pertanian tumbuh positif sebesar 3,40 persen, terutama pada perikanan serta perkebunan. BPS mencatat ada peningkatan produksi perikanan tangkap dan budidaya, serta produk kelapa sawit. Sektor ini menyumbang pertumbuhan 0,79 persen.
Sementara itu, sektor konstruksi tumbuh signifikan, sejalan peningkatan belanja untuk pembangunan infrastruktur. Jenis lapangan usaha ini mampu tumbuh 7,23 persen dengan sumber pertumbangan hingga 0,64 persen.
Pertumbuhan tinggi juga dialami oleh sektor transportasi dan pergudangan sebesar 7,1 persen dan porsi terhadap pertumbuhan ekonomi hingga 0,84 persen. Peningkatan pertumbuhan juga didorong oleh penambahan frekuensi dan rute perjalanan angkutan rel dan penerbangan.
Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga tumbuh 4,7 persen, dengan porsti terbesar kenaikan konsumsi pada kelompok kesehatan dan pendidikan, restoran dan hotel, serta konsumsi transportasi dan komunikasi. Konsumsi rumah tangga ini berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 2,42 persen.
Sementara itu, konsumsi pemerintah tumbuh negatif, -0,8 persen meski sebetulnya realisasi belanja barang, belanja pegawai dan bantuan sosial meningkat.
Di sisi lain, investasi di Sumbar tumbuh signifikan hingga 4,31 persen. Bahkan seluruh jenis barang modal mengalami peningkatan, kecuali produk kekayaan intelektual, realisasi belanja modal pemerintah dan nonpemerintah tumbuh signifikan. Porsi investasi terhadap pertumbuhan ekonomi Sumbar hingga 1,29 persen.
Ekspor juga tumbuh positif hingga 16,49 persen. Kenaikan terjadi pada ekspor barang nonmigas seiring meningkatnya perekonomian negara-negara tujuan ekspor.
Di sisi lain, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita Sumatra Barat pada 2017 tercatat sebesar Rp 40,32 juta atau 3.028,02 dolar AS. Capaian di Sumatra Barat ini masih di bawah PDB nasional yakni Rp 51,89 juta atau 3.876,8 dolar AS. "Namun PDRB nasional didukung oleh kepemilikan perorangan termasuk komoditas migas batu bara yang satu orang saja sudah tinggi. Bahkan banyak yang dimiliki asing. Beda dengan Sumbar, PDRB disokong oleh pertanian dan perorangan," kata Sukardi.
Baca juga: Wapres JK Minta Maluku Kembali Ditanami Cengkih dan Pala