REPUBLIKA.CO.ID,BOGOR -- PT Pertamina Gas (Pertagas), anak usaha PT Pertamina, mencatat laba 2017 sebesar 141 juta dolar AS (Rp 1,87 triliun). Keuntungan itu melebihi target yang dipatok sebesar 125 juta dolar AS meskipun perusahaan harus kehilangan pendapatan dari kebijakan penurunan tarif gas industri.
"Kami bisa melewati tahun 2017 dengan baik walaupun tahun lalu ada instruksi pemerintah agar Pertagas menurunkan biaya distribusi (toll fee) untuk konsumen gas industri pupuk, baja, dan petrokimia," kata Direktur Utama Pertamina Gas (Pertagas) Suko Hartono saat diskusi dengan wartawan di Bogor, Jawa Barat, Sabtu.
Kebijakan penurunan tarif yang tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 58 Tahun 2017 mengenai harga gas hingga ke konsumen akhir (end user) tersebut guna meningkatkan daya saing industri nasional dan memperkuat ketahan pangan dan energi. Melalui regulasi tersebut, margin perusahaan pengantar gas dibatasi maksimal 7 persen dari harga produksi gas di hulu.
Sementara itu, biaya distribusi gas maksimal 11 persen dari investment return rate (IRR). Jika dihitung dari Permen tersebut berlaku Mei 2017, menurut Suko, perusahaan transporter gas ini rata-rata kehilangan pendapatan 100 ribu dolar AS per hari atau mencapai 13 juta sd 14 juta dolar AS (sekitar Rp 186 miliar) selama tahun lalu. "Oleh karena itu, laba pada tahun lalu lebih rendah daripada pencapaian laba pada 2016 sebesar 159 juta dolar AS," kata Suko.
Pada tahun 2018, Pertagas memproyeksikan laba bersih sebesar 116 juta dolar AS. Target ini di bawah realisasi laba bersih 2017 karena sejalan dengan rencana penggabungan Pertagas dan PGN. Maka, perusahaan tidak memasukkan lagi kontribusi dari dua anak usaha, yakni PT Perta Arun Gas dan PT Perta Samtan Gas.
Perta Arun dan Perta Samtan merupakan dua dari empat anak usaha Pertagas. Dua anak usaha lainnya adalah PT Pertagas Niaga dan PT Perta Daya Gas. Perta Arun dan Perta Samtan tercatat memberikan kontribusi terbesar bagi laba bersih Pertagas. Pelepasan Perta Arun dan Perta Samtan merupakan bagian dari rencana pembentukan induk usaha (holding) BUMN minyak dan gas yang menggabungkan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) dan PT Pertamina (Persero).
Setelah PGN merger dengan Pertamina, tahap berikutnya adalah menyinergikan bisnis Pertagas dengan PGN. "Konsep holding merupakan bentuk ideal saat ini untuk PGN dan Pertagas yang mempunyai sektor usaha yang sejenis karena holding akan menciptakan efisiensi," kata Suko Hartono