Sabtu 03 Feb 2018 12:05 WIB

Tantangan PGE Kembangan Energi Panas Bumi

PLTP Karaha Unit 1 akan Commercial Operation Date pada 28 Februari mendatang.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Budi Raharjo
Direktur Panas Bumi Kementrian ESDM Ida Nuryatin Finahari (tengah) didampingi Direktur Eksplorasi dan Pengembangan PGE Khairul Rozaq (kiri) meninjau Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Karaha Bodas di Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Jumat (2/2).
Foto: Rizky Suryarandika/REPUBLIKA
Direktur Panas Bumi Kementrian ESDM Ida Nuryatin Finahari (tengah) didampingi Direktur Eksplorasi dan Pengembangan PGE Khairul Rozaq (kiri) meninjau Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Karaha Bodas di Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Jumat (2/2).

REPUBLIKA.CO.ID,TASIKMALAYA -- Perwakilan Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) dan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) meninjau Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Karaha unit 1 di Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat, Jumat (2/2). Rencananya PLTP Karaha Unit 1 akan beroperasi komersial (Commercial Operation Date) pada 28 Februari mendatang.

Direktur Eksplorasi dan Pengembangan PGE Khairul Rozaq mengakui tidaklah mudah mengembangkan panas bumi di Karaha agar menjadi tenaga listrik. Berbagai kendala mesti dihadapi, salah satunya ancaman tanah longsor. Namun demi target produksi listrik 30 megawatt, pihaknya berupaya menangani berbagai rintangan tersebut.

"Kendala longsor pada jalur pipa di wilayah ini memang rawan. Ini jadi penghambat, tapi kami tidak putus asa, kami perlu cor (tebing) nya supaya tidak longsor," katanya pada wartawan, kemarin.

Berdasarkan pantauan Republika, lokasi PLTP Karaha memang terdiri dari tebing curam. Meski begitu, PGE optimis mampu menghasikan listrik yang akan memberi dampak positif bagi masyarakat. "Yang pasti saat ini sudah 99 persen, kami berharap tahap uji coba pengoperasian berjalan mulus dan akan beroperasi penuh pada akhir Februari dan akan mampu menerangi sekitar 33 ribu rumah," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Panas Bumi Kementerian ESDM Ida Nuryatin mengakui pengembangan energi listrik dari panas bumi di Indonesia menemui sejumlah tantangan. Pertama, perizinan pengelolaan kawasan karena biasanya sumber energi panas bumi berada di kawasan hutan. Kedua, pencarian sumber dana lantaran proyek PLTP membutuhkan investasi besaar.

"Termasuk sumber dana calon pengembang dana darimana. Investasinya (PLTP) tidak sedikit. Dan isu sosial masyarakat tidak paham bahwa ini tidak rusak hutan. Masyarkat khawatir terjadi seperti lumpur lapindo," tuturnya.

Mengenai investasi pada PLTP, menurutnya pun masih dihantui ketidakpastian. Sebab, survei pendahuluan untuk menentukan kelayakan dibangunannya PLTP di suatu lokasi hanya akurat sampai 50 persen saja. "Biasanya survei badan geologi dulu. Pastikan dulu biar enggak gambling, keakuratan survei awal hanya 50 persen. Padahal investasi ngebor (PLTP) mahal," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement