REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan pengusaha makanan dan minuman seluruh Indonesia (Gapmmi) optimistis pertumbuhan industri di 2018 dapat melebihi angka 10 persen. Ketua Umum Gappmi Adhi S Lukman mengatakan, salah satu faktor pendorong industri di tahun ini adalah penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di 171 kabupaten dan kota seluruh Indonesia.
"Di tahun politik ini peredaran uang akan lebih banyak. Pasti akan dipakai untuk konsumsi," ujarnya, dalam forum diskusi dengan wartawan di kantor Kementerian Perindustrian, Selasa (30/1).
Namun begitu agar momentum Pilkada dapat memberikan dampak positif pada industri, Adhi mengatakan, pemerintah harus dapat memastikan pesta demokrasi itu berlangsung aman sehingga situasi yang kondusif tetap terjaga.
Selain Pilkada, Adhi juga optimistis pertumbuhan industri makanan dan minuman di 2018 akan terdongkrak karena adanya regulasi yang memudahkan pengusaha. Salah satunya yakni dengan diterbitkannya peraturan menteri perdagangan (Permendag) Nomor 91 Tahun 2017 yang memuat ketentuan impor produk kehutanan.
Adhi menjelaskan, Permendag itu memberikan kemudahan bagi industri makanan dan minuman untuk mendapatkan bahan baku impor produk kehutanan seperti kertas filter untuk teh celup. Sebelumnya, untuk dapat mengimpor produk tersebut, industri harus mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
Menurut Adhi, proses mendapatkan rekomendasi impor seringkali memakan waktu yang panjang. Terlebih, ada pembatasan waktu impor yang tidak fleksibel. Hal-hal tersebut pada akhirnya membuat harga produk menjadi lebih mahal.
"Sekarang dengan adanya Permendag 91 Tahun 2017, kita tidak perlu minta rekomendasi lagi dari Kementerian LHK. Bisa langsung mengajukan izin ke Kementerian Perdagangan," tutur Adhi.
Sementara itu, Kementerian Perindustrian mencatat, industri makanan dan minuman tumbuh rata-rata sebesar 8,24 persen pada kuartal satu hingga kuartal tiga 2017. Direktur Jenderal Industri Agro Panggah Susanto mengungkap, industri makanan dan minuman merupakan kontributor PDB terbesar di industri non-migas. Yakni sebesar 34,95 persen pada triwulan ketiga 2017.