Sabtu 27 Jan 2018 18:24 WIB

Pengusaha Vape Keberatan dengan Cukai 57 Persen

Cukai sebesar 57 persen dikhawatirkan bisa mematikan industri rumahan

Rep: Mas Alamil Huda/ Red: Esthi Maharani
Pekerja menata botol berisi cairan rokok elektronik (vape) di Bandung, Jawa Barat, Selasa (7/11).
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Pekerja menata botol berisi cairan rokok elektronik (vape) di Bandung, Jawa Barat, Selasa (7/11).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) meminta pemerintah mengkaji besaran cukai untuk cairan rokok elektrik atau vape. Cukai sebesar 57 persen dikhawatirkan bisa mematikan industri rumahan yang bergerak di sektor ini.

Ketua bidang Legal dan Business Development APVI Dendy Dwiputra mengatakan, industri vape dalam negeri sebagian besar masih dalam skala mikro. Jika cukai 57 persen di berlakukan, harga cairan akan semakin mahal dan ditakutkan ditinggalkan para konsumen.

"Tidak ada yang untuk level publik seperti otomotif. Yang disebut memproduksi barang ini masih skala rumahan semua, semuanya UMKM," kata dia dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (27/1).

Dendy pada prinsipnya setuju adanya regulasi terkait vape ini. Namun, dia berharap pemerintah membuat regulasi yang justru tidak memberatkan pengusaha yang bergerak di rokok elektrik ini. Ia juga mengharapkan pemerintah melibatkan asosiasi pengusaha untuk meregulasi ulang.

"Kita berharap dukungan dari pemerintah, bukan dengan regulasi yang memberatkan," ujar dia.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan akan mengenakan tarif cukai untuk rokok elektrik atau vape mulai 1 Juli 2018. Cairan rokok elektrik sebagai produk hasil pengolahan tembakau (HPTL) dinilai sama bahayanya dengan rokok konvensional.

Cukai vape ditetapkan sebesar 57 persen dari harga jual eceran. Dengan asumsi pemerintah saat ini yakni satu juta cairan yang beredar di pasaran, pemerintah menerima pendapatan dari cukai vape sebesar Rp 57 miliar tahun ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement