Jumat 19 Jan 2018 11:29 WIB

Marriott Patuhi Perintah Pemerintah Cina untuk Tutup Laman

Marriott telah membuat kesalahan mencantumkan Hong Kong, Taiwan, Tibet dan Macau dalam daftar negara sendiri.

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
JW Marriott di Taiwan.
Foto: EPA-EFE/DAVID CHANG
JW Marriott di Taiwan.

REPUBLIKA.CO.ID, SHANGHAI -- Usai meminta maaf terkait masuknya Hong Kong, Taiwan, Tibet dan Macau dalam daftar negara, Marriott International mematuhi perintah Pemerintah Cina untuk menutup enam apliksi dan laman di Cina. Beruntung, laman dan aplikasi itu diizinkan kembali beroperasi pekan ini.

Marriott merupakan satu dari beberapa perusahaan yang diawasi Pemerintah Cina setelah membuat kesalahan mencantumkan Hong Kong, Taiwan, Tibet dan Macau dalam daftar negara sendiri. Delta Air Lines dan Zara belakangan juga mengubah laman mereka karena masalah serupa, demikian dilansir Washington Post, Jumat (19/1).

Juru bicara Delta, Susannah Thurston menyampaikan, kesalahan itu tidak sengaja dilakukan dan tidak ada maksud politik atau bisnis. Delta mengakui Cina adalah satu dari empat pasar penting bagi mereka.

''Kami meminta maaf soal itu dan sepenuhnya berkomitmen pada regulasi yang ada di Cina,'' kata Thurston.

Sejumlah perusahaan besar termasuk Apple dan Audi harus ikut ketentuan sensor dan aturan lain yang disyaratkan Pemerintah Cina.

Apple harus menghapus sejumlah aplikasi mereka karena dianggap melanggar aturan. Sementara Audi harus meminta maaf karena presentasi yang tidak menyertakan Taiwan dan Tibet dalam peta Cina.

Secara resmi, Hong Kong dan Macau adalah wilayah Cina meski memiliki sistem politik sendiri. Begitu juga Tibet dan Taiwan yang merupakan bagian dari Cina meski mereka mengklaim sebagai negara sendiri.

''Kebijakan semacam ini sudah berlangsung sangat lama. Cina menggunakan ini untuk mempermalukan perusahaan yang melanggar batas,'' kata peneliti muda yang meneliti Cina di Atlantic Council, Sean Miner.

Cina merupakan pasar penting bagi Marriott. Selama sembilan bulan pertama 2017, pendapatan dari sewa kamar Marriott naik 8,4 persen di Cina dibanding 1,5 persen di Amerika Utara dan 2,6 persen di jaringan global mereka.

Sebelumnya, jaringan hotel internasional tersebut memasukkan Hong Kong, Macau, Taiwan dan Tibet dalam daftar negara tersendiri dalam sebuah jajak pendapat kepada konsumen. Marriott juga harus menerima dilakukannya investigasi setelah sebuah akun media sosial perusahaan tersebut kedapatan memberi like pada sebuah unggahan yang dibuat gerakan separatis Tibet. Marriott sendiri telah memita maaf atas kejadian tersebut dan mengakui tak ada niat mendukung gerakan separatis apapun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement