REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memberikan klarifikasi mengenai kebijakan impor beras dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (18/1).
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, impor dilakukan untuk mengisi kekosongan stok yang dapat berakibat pada melambungnya harga beras di berbagai daerah. "Pemerintah tidak mau mengambil risiko kekurangan pasokan beras mengingat panen raya diperkirakan baru akan terjadi pada bulan Maret 2018," kata Mendag.
Ia juga menjelaskan, sebelum memutuskan impor, Kementerian Perdagangan bersama dengan Bulog telah melakukan operasi pasar sejak November 2017 untuk meredam gejolak harga beras. Namun, upaya itu belum cukup berhasil untuk menurunkan harga.
Sementara itu, cadangan beras Bulog juga makin menipis karena terus dipakai untuk kegiatan operasi pasar. Menurut Mendag, Bulog kini hanya memiliki sekitar 800 ribu ton beras. Padahal, idealnya, cadangan beras pemerintah di Bulog tidak boleh di bawah 1 juta ton. Dengan kondisi itu, pemerintah akhirnya mengambil jalan impor.
Namun, penjelasan pemerintah tersebut tidak mampu membuat Komisi VI DPR RI puas. Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka menolak kebijakan impor beras yang dilakukan pemerintah. Ia berargumen, pemerintah tidak memiliki data tunggal terkait pangan. Padahal, data itu yang dijadikan landasan dalam setiap pengambilan keputusan yang berhubungan dengan ketahanan pangan.
Karenanya, Rieke beranggapan, kebijakan impor bukan solusi yang tepat. "Kalau belum ada data yang bisa dipertanggungjawabkan mengenai kondisi riil petani kita, tolak impor beras," kata dia.