Kamis 18 Jan 2018 06:23 WIB

Ekonomi 2018 Mampu Tumbuh Minimal 5,1 Persen

Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi
Foto: pixabay
Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menilai pertumbuhan ekonomi sepanjang 2018 diprediksi mampu tumbuh minimum 5,1 persen ditopang oleh berbagai faktor, salah satunya adanya gelaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak.

"Sebenarnya kita sudah hitung, belajar dari pemilu akbar di 2014, dampaknya 0,1-0,2 persen terhadap pertumbuhan ekonomi. Tidak terlalu besar memang, tapi kalau ekonomi di 2017 prediksinya 5,05 persen, artinya tinggal ditambahkan. Setidaknya minimal tumbuh 5,1 persen, efek dari pilkada," ujar Bhima di Jakarta, Rabu (17/1) malam.

Bhima menuturkan, secara nasional ekonomi domestik sebanyak 56 persen didorong oleh konsumsi. Dibandingkan dengan pertumbuhan konsumsi yang 'flat' di bawah 5 persen pada tahun lalu, pada 2018 konsumsi akan lebih meningkat karena adanya belanja politik.

"Di 2018 itu banyak sekali stimulus karena tahun politik dimana peredaran uang juga akan meningkat 10 persen yang artinya akan ada guyuran uang ke daerah yang merupakan belanja politik dan meningkatkan daya beli masyarakat," kata Bhima.

Dari sisi investasi sendiri, Bhima memprediksi masih akan tetap positif. Investasi yang berkontribusi sekitar 30 persen dari PDB, pada triwulan III-2017 lalu mampu tumbuh 7 persen dimana sebelum-sebelumnya hanya di kisaran 4-5 persen.

"Kita harapkan investasi sebenarnya masih cukup positif. Asing memang akan agak mengurangi sedikit karena banyak 'wait and see' tahun politik, tapi investasi domestik masih akan cukup dominan dan jadi 'driver'," kata Bhima.

Sementara itu, belanja pemerintah yang berkontribusi sekitar 9 persen terhadap PDB, diprediksi akan mampu tumbuh lebih dari 7 persen pada tahun ini. Stimulus fiskal seperti bansos dan dana desa, serta kenaikan harga komoditas juga disebut akan meningkatkan daya beli masyarakat sehingga ekonomidapat bergerak lebih cepat.

Bhima juga berharap pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang aneh sepanjang 2018 yang dapat mengganggu stabilitas perekonomian dan juga menghambat ekonomi domestik melaju lebih cepat dari sebelumnya.

"Jadi kalau 'firm' perpajakan misalkan, apa yang mau disasar ini harus jelas. Jangan nanti karena panik defisit fiskalnya melebar, kelas menengah dan bawah yang jadi sasaran penerimaan pajak. Itu bikin resah pengusaha juga," ujar Bhima.

Ia mencontohkan seperti pada tahun lalu ketika pemerintah akhirnya merevisi batas minimum saldo rekening yang wajib dilaporkan ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dari semula Rp200 juta menjadi Rp1 miliar, setelah pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merasa keberatan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement