Jumat 12 Jan 2018 16:14 WIB

Rasio Klaim Asuransi Tani 2017 Capai 59 Persen

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Nur Aini
Plt Deputi Komisioner Pengawas IKNB 2 OJK Muhammad Ichsanuddin (kanan) memaparkan perkembangan terbaru asuransi tani, ternak, nelayan, dan budi daya udang dalam bincang pekanan OJK bersama media di Kantor OJK, Jumat (12/1).
Foto: Republika/Fuji Pratiwi
Plt Deputi Komisioner Pengawas IKNB 2 OJK Muhammad Ichsanuddin (kanan) memaparkan perkembangan terbaru asuransi tani, ternak, nelayan, dan budi daya udang dalam bincang pekanan OJK bersama media di Kantor OJK, Jumat (12/1).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Rasio klaim asuransi usaha tani padi (AUTP) pada 2017 mencapai 59,65 persen. Di sisi lain, target lahan yang ditanggung asuransi sudah mendekati target satu juta hektare.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, pada 2017, rasio klaim AUTP mencapai 59,65 persen. Jumlah premi terkumpul mencapai Rp 179,633 miliar dan klaim mencapai Rp 107,147 miliar. Ada 1.639.330 petani yang menjadi peserta dengan cakupan lahan yang ditanggung seluas 997.960,55 hektare.

Plt Deputi Komisioner Pengawas IKNB 2 OJK Muhammad Ichsanuddin mengatakan, rasio klaim AUTP tinggi karena banyak sebab. Persoalan hama saja bisa bermacam-macam dan teknisnya ada di kementerian yang mengusulkan asuransi tersebut.

''OJK lebih fokus pada perusahaan asuransinya,'' kata Ichsanuddin dalam bincang pekanan di Kantor OJK, Jumat (12/1).

Peserta yang masuk AUTP umumnya petani gurem yang bergabung dalam kelompok tani (poktan). Apalagi rata-rata petani sekarang adalah petani gurem dan hanya sedikit yang masih memiliki lahan sendiri.

Petani nongurem, kata Ichsanuddin, bisa menjadi peserta asuransi mandiri sesuai kemampuan. Sementara petani gurem, hanya membayar 20 persen dari premi dan 80 persen sisanya ditanggung pemerintah.

Soal kabar perluasan AUTP ke komoditas lain seperti cabai dan bawang oleh Kementerian Pertanian, diskusi ide tersebut pasti akan didiskusikan dengan asosiasi asuransi umum. Ia melihat jika ada perluasan cakupan asuransi, sepertinya akan lebih pada komoditas yang dibutuhkan konsisten namun volatilitas harganya tinggi. ''Sejauh ini belum ada pembicaraan dengan OJK,'' ucap Ichsanuddin.

Sejauh ini pula, belum ada asuransi ada skema syariah dalam AUTP, asuransi ternak, asuransi nelayan, atau asuransi budi daya udang. Bila hendak dimunculkan, perusahaan asuransi harus memastikan skemanya syariah dengan persetujuan dari DSN MUI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement