Jumat 05 Jan 2018 15:35 WIB

Serapan Beras Rendah, Peran Bulog Perlu Dikaji Ulang

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Nidia Zuraya
Perum Bulog
Perum Bulog

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peran Badan Urusan Logistik (Bulog) tampaknya harus dikaji ulang. Sebab, sebagai pihak yang melakukan penyerapan beras petani, angka penyerapan pada 2017 masih rendah.

Berdasarkan data yang diungkap dalam Rapat Koordinasi Ketahanan Pangan di Kementerian Pertanian baru-baru ini, Bulog hanya mampu menyerap gabah petani sebanyak 2,46 juta ton setara beras hingga 27 Desember 2017. Angka tersebut baru mencapai 55 persen dari target yang ditetapkan untuk tahun 2017 yaitu sebanyak 4,47 juta ton.

"Bulog kalah bersaing dengan para pengusaha dan tengkulak yang berani membeli beras dan gabah petani di atas Harga Pokok Pembelian (HPP) yang sudah ditetapkan pemerintah," kataKepala Bagian Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hizkia Respatiadimelalui siaran resmi, Jumat (5/1).

Penerapan HPP, menurut CIPS, adalah bentuk distorsi pasar dan tidak efektif dalam menjaga stabilitas harga gabah dan beras. Penerapan HPP juga tidak memberikan keuntungan bagi petani, petani justru hanya dihadapkan pada dua pilihan yaitu menjual berasnya ke Bulog atau ke tengkulak.

"Yang paling diuntungkan dengan adanya HPP adalah para tengkulak," ujar dia.

Para tengkulak tersebut sudah mengetahui harga yang ditetapkan pesaingnya, yaitu Bulog dan tinggal memberikan harga yang sedikit lebih tinggi dari HPP. Hal itu membuat petani mau tidak mau akan memilih menjual ke tengkulak.

"Dan mereka (tengkulak, red) yang menikmati untung sekaligus memiliki pasokan beras dalam jumlah besar," tambahnya.

Hizkia melanjutkan, pihaknya memandang segala bentuk intervensi pasar, seperti penetapan HPP dan harga Eceran Tertinggi (HET) untuk komoditas pangan tidak akan memberi dampak positif pada harga komoditas tersebut, juga kesejahteraan petani.

"Petani bisa mendapatkan untung yang lebih besar jika bisa menjual berasnya di pasar bebas, yaitu pasar yang hadir tanpa intervensi pemerintah," kata dia.

CIPS pun mendorong Bulog memaksimalkan perannya dalam menyalurkan beras dalam situasi darurat dan penanggulangan bencana. Pada 2015, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat terjadi 1.681 bencana alam yang menewaskan 259 orang dan membuat lebih dari 1,2 juta orang kehilangan tempat tinggalnya.

Selama kejadian dalam kurun waktu tersebut, Bulog hanya mendistribusikan sebanyak 37,08 persen atau sebanyak 9.271 kilogram ke wilayah yang terkena bencana. Sedangkan, pada paruh pertama tahun 2017 tercatat ada 1.234 bencana alam di seluruh Indonesia.

"Bulog seharusnya bisa melihat hal ini sebagai peluang untuk memaksimalkan peranannya dalam menyalurkan dan mengelola beras untuk para korban bencana," ujar Hizkia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement