Kamis 04 Jan 2018 15:00 WIB

Dua Ancaman Besar Bagi Ekonomi India Tahun Ini, Apa Saja?

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Budi Raharjo
Pembangunan infrastruktur di India.
Foto: bussiness line
Pembangunan infrastruktur di India.

REPUBLIKA.CO.ID,NEW DELHI -- Ada dua risiko terbesar bagi perekonomian India pada 2018. Pakar keuangan mengatakan penyebabnya adalah meningkatnya harga minyak di negara berpenduduk terbanyak kedua setelah Cina itu dan juga adanya kebijakan yang bersifat hawkish (agresif) dari bank sentral.

CEO dan Penasihat Keuangan CIO di India, Vik Mehotra, mengatakan hal yang paling diperhatikan adalah meningkatnya harga minyak. Hal itu menurutnya akan mejadi masalah besar jika minyak mencapai lebih dari 70 dolar AS per barel. "India termasuk importir minyak terbesar di dunia, dan kenaikan harga dapat mengakibatkan inflasi yang lebih tinggi," ujar Mehotra dilansir dari cnbc news, Kamis (4/1).

Mengingat kebijkan moneter yang ketat dari US Federal Reserve atau The Fed serta di Bank Sentral Eropa, diperkirakan akan muncul di tahun 2018. Reserve Bank of India akan mengadopsi sikap lebih agresif dalam hal kenaikan kontrak minyak yang bisa menjadi sentimen positif untuk sektor energi. Mahotra menambahkan tonggak global ini menunjukkan Reserve Bank of India berada pada titik di mana tingkat suku bunga telah turun.

Risiko sampingannya adalah berita ekonomi positif yang keluar dari negara India ini. Aktivitas pabrik India tumbuh pada tingkat tercepat dalam lima tahun pada Desember. Sementara Indeks Manajer Pembelian Manufaktur Nikkei-Markit naik menjadi 54,7 di bulan Desember, naik pada 52,6 di bulan November.

Mahotra optimistis terhadap India dengan tujuh sampai 7,5 persen produk domestik bruto (PDB) pada 2018 dapat dicapai dengan baik. Menurut Dana Moneter Internasional (IMF), pertumbuhan PDB India pada 2017 adalah 6,7 persen, turun dari 7,1 persen pada 2016.

"Banyak reformasi struktural dalam hal undang-undang harus dilakukan sebelum (agenda pertumbuhan Perdana Menteri Narendra Modi) benar-benar dapat memeroleh momentum itu," ujarnya.

Pajak Barang dan Layanan Modi (GST) telah diimplementasikan pada Agustus tahun lalu, yang secara efektif membuat India menjadi pasar tunggal setelah berpuluh-puluh tahun tingkat pajak terpisah yang diberlakukan oleh masing-masing negara bagian. Meskipun blok awal tersandung setelah pelaksanaannya, beberapa kejelasan telah muncul dari otoritas pajak pendapatan yang jauh lebih baik bagi investor asing.

Mehrotra menjelaskan optimismenya dengan mengatakan bahwa konsumsi India akan "utuh" dengan lebih dari setengah miliar orang mengkonsumsi bahan pokok seperti minyak, di samping populasi muda yang besar. "Dunia sedang menonton, pengalokasi mengawasi India," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement