Rabu 03 Jan 2018 19:13 WIB

Penagihan Pajak Lebih Halus Dinilai Positif

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Budi Raharjo
Pajak (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Pajak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno menilai, keinginan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menagih pajak secara lebih halus adalah langkah positif. Menurutnya, hal itu dapat mendukung upaya perbaikan perekonomian dengan tetap menjaga kinerja pengelolaan keuangan negara.

"Sri Mulyani tidak ingin buat kejutan kebijakan yang mengganggu kepastian usaha," ujar Hendrawan ketika dihubungi Republika, Rabu (3/1).

Hendrawan mengatakan, pemerintah perlu tetap memperbaiki efisiensi dan kualitas pelayanan yang lebih baik di semua lini agar target penerimaan pajak pada 2018 bisa tercapai. Menurutnya, birokrasi modern adalah birokrasi yang dapat melayani masyarakat. "Fasilitasi masyarakat untuk meningkatkan potensi dan peluang berkembang yang mereka miliki," ujarnya.

Ia juga menyoroti saat ini sudah terjadi pebaikan manajemen APBN di pemerintah. Ia menilai, penyimpangan terhadap angka-angka target semakin kecil. "Ada spirit mengelola negara dengan lebih realistis dan hati-hati," ujarnya.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan melaporkan realisasi kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017 dengan capaian defisit 2,57 persen. Hal itu masih lebih rendah dari batas maksimal defisit di APBN-P 2017 yang sebesar 2,92 persen.

"Demikian juga dengan keseimbangan primer yang menunjukkan adanya tren yang terus kita kendalikan. Jumlah keseimbangan primer kita Rp 129,3 triliun. Jauh lebih kecil dari APBN-P yang sebesar Rp 178 triliun," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Selasa (2/1).

Menkeu mengatakan, realisasi kinerja APBN menunjukkan capaian positif. Ia merinci, pendapatan negara mencapai Rp 1.655,8 triliun atau mencapai 95,4 persen dari target APBN-P 2017. Sementara, belanja negara mencapai Rp 2.001,6 triliun atau 93,8 persen dari target APBN-P 2017.

Penerimaan perpajakan 2017 mencapai Rp 1.339,8 triliun atau 91 persen dari target APBN-P 2017. Angka ini menunjukkan pertumbuhan sebesar 4,3 persen dibandingkan 2016. Salah satu hal yang disoroti Sri Mulyani adalah penerimaan kepabeanan dan cukai yang mencapai Rp 192,3 triliun atau 101,7 persen dari target. "Ini pertama kali terjadi sejak tiga tahun terakhir. 2015 hanya 92,21 persen dan 2016 hanya 97,3 persen," ujarnya.

Sementara, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga melebihi target APBN-P 2017 dengan capaian sebesar Rp 308,4 triliun atau 118,5 persen dari target. "Hal ini terutama didorong oleh penerimaan komoditas minyak dan batu bara, laba BUMN yang meningkat, dan Badan Layanan Umum (BLU) dari Kementerian/Lembaga (K/L) yang mendapatkan penerimaan yang lebih baik," ujarnya.

Selain itu, dari sisi belanja negara, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mencatat realisasi belanja modal pemerintah mencapai 92,8 persen atau sebesar Rp 208,4 triliun. Hal itu lebih baik dibandingkan dengan realisasi pada 2016 yang hanya sebesar 82 persen atau sebesar Rp 169,5 triliun. Hal itu, menurutnya, menunjukkan penyerapan dan eksekusi belanja yang jauh lebih baik.

Belanja pemerintah pusat mencapai Rp 1.259,6 triliun atau terealisasi sebesar 92,1 persen dari target APBN-P 2017. "Dalam bidang infrastruktur, dana tersebut telah menghasilkan pembangunan jalan sepanjang 794 kilometer, jembatan sepanjang 9072 meter, pembangunan tiga bandaran dan lanjutan delapan bandara, serta pembangunan rel kereta api 618,3 kilometer," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement