Rabu 03 Jan 2018 18:52 WIB

Pemerintah Diminta Kejar Penerimaan Pajak Lebih Objektif

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Nidia Zuraya
Penerimaan pajak
Foto: Bismo/Republika
Penerimaan pajak

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo menilai, pemerintah perlu terus memperbaiki sistem dalam upaya meningkatkan penerimaan negara dari pajak. Menurut Yustinus, ketegasan pemerintah dalam memungut pajak adalah hal yang perlu namun tetap berdasarkan data yang akurat.

"Memang yg penting itu kejelasan dan ketegasan. Keras itu penting asalkan terukur," ujar Yustinus ketika dihubungi Republika, Rabu (3/1).

Yustinus mengatakan, selama ini penegakan hukum kerapdianggap agresif atau tebang pilih karena tidakdihasilkan dari sistem yang baik. Menurut Yustinus, sistem yang didukung dengan data akurat bisa meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.

Ia mengamati, penegakan hukum kerap dilakukan berdasarkan pertimbangan yang kurang objektif. "Jadi kalau pendekatannya sistem memang akan sedikit nuansa agresifnya. Moderat lah," ujar Yustinus.

Ia mengaku, penegakan hukum tetap harus dilakukan karena penting untuk memberikan sinyal pada publik bahwa orang yang melanggar patut dihukum. Di sisi lain, pemerintah juga perlu memberikan sinyal ke publik bahwa yang patuh bisa mendapatkan apresiasi.

Dalam laporan realisasi kinerja APBN-P 2017 oleh Kementerian Keuangan, tercatat penerimaan perpajakan mencapai Rp 1.339,8 triliun atau sekitar 91 persen dari target. Penerimaan pajak nonmigas yang ditangani oleh Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan berhasil mendapatkan penerimaan negara sebesar Rp 1.097,2 triliun atau 88,4 persen dari target dalam APBN-P 2017.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku akan mengoptimalkan data perpajakan yang telah dan akan dimiliki pemerintah. Hal itu, guna mencapai target penerimaan perpajakan yang sebesar Rp 1.618,1 triliun dalam APBN 2018.

Ia mengatakan, pada Juli 2018, pemerintah akan mendapatkan data dari kebijakan Automatic Exchange of Information (AEoI). Selain itu, ia juga akan memanfaatkan data yang diperoleh melalui program Amnesti Pajak yang berakhir tahun lalu.

Direktorat Jenderal Pajak juga akan melakukan penyelarasan data laporan keuangan para Wajib Pajak dengan Direktorat Jenderal Bea Cukai. "Dengan AEoI dan akses informasi terhadap keuangan kita bisa mendapatkan akses informasi dari perbankan dan pasar modal. Sehingga, nanti konsisten dan WP yang sudah patuh tidak perlu khawatir," ujar Sri Mulyani.

Pemerintah juga berupaya menyeimbangkan beban kerja dari setiap Kantor Pelayanan Pajak. Hal ini, ujarnya, agar setiap aparat pajak dapat lebih fokus dalam mengamankan penerimaan negara.

"Saya minta ke Pak Dirjen dan tim reformasi pajak untuk melakukan review terhadap keseluruhan beban dari setiap KPP. Dengan beban ini, nanti juga diberikan database sehingga mereka bisa bergerak secara lebih sistematis, terorganisir, jadi tidak ngawur. Tidak semua orang dikejar-kejar dengan data yang tidak ada," ujar Sri Mulyani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement