REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bursa Efek Indonesia (BEI) optimistis kinerja industri pasar modal pada 2018 mendatang tetap positif meski dibayangi sejumlah tantangan, terutama dari eksternal. Direktur Utama BEI Tito Sulistio mengatakan komitmen pemerintah dalam mengembangkan infrastruktur serta stabilitas politik dan keamanan yang terjaga merupakan salah satu faktor kunci bagi industri pasar modal.
"Ada beberapa agenda yang menjadi perhatian pasar, dan cukup menantang dari eksternal, namun saya percaya pasar modal masih positif didukung ekonomi nasional," ujarnya, Kamis (28/12).
Ia mengatakan keyakinan terhadap perekonomian Indonesia itu seiring dengan peringkat Indonesia yang naik menjadi BBB (triple B) dengan outlook stabil oleh Fitch Rating. Itu menunjukan tata kelola perekonomian nasional yang baik.
Sementara sentimen eksternal yang menjadi perhatian pasar, ia mengemukakan bahwa pada 2018 mendatang lembaga pemeringkat dunia seperti Standard and Poor's (S&P) akan melakukan penilaian terhadap negara dunia mengenai "cash flow" suatu negara.
Kemudian, lanjut dia, tantangan juga datang dari bobot penilaian Morgan Stanley Capital International (MSCI). Indeks MSCI menjadi salah satu tolak ukur bagi investor asing maupun manajer investasi untuk menempatkan dananya di pasar saham suatu negara. Kemudian, sentimen pelepasan saham perusahaan minyak dan gas Arab Saudi, Aramco.
"Arab Saudi mulai bergerak, Cina mulai membuka diri dengan membuka saham seri A di bursa Shanghai dan Beijing, situasi itu dapat mendilusi bobot MSCI. Selain itu, Filipina dan Vietnam juga berkembang. Ini tantangan bagi kita," katanya.
Terkait pelaksanaan Pilkada secara serentak pada 2018 mendatang, Tito Sulistio optimistis agenda politik itu akan berjalan kondusif dan tidak mengganggu aktivitas di industri pasar modal. Sejumlah perusahaan, termasuk anak usaha BUMN juga telah bersiap untuk mencatatkan sahamnya di BEI.
"Memang banyak yang bilang situasi politik dapat mengganggu, namun sebenernya politik tidak mempengaruhi pasar modal. Apalagi pada tahun depan akan banyak anak perusahaan BUMN, start up (perusahaan rintisan), dan perusahaan yang besar yang akan mencatatkan saham pada tahun depan. Minimum 35 perusahaan," katanya.