Ahad 31 Dec 2017 09:00 WIB
Outlook 2018

2018, Titik Tolak Pertumbuhan Perbankan Syariah

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Perbankan Syariah
Foto: dok: Republika
Perbankan Syariah

REPUBLIKA.CO.ID, Memasuki 2018, perbankan syariah nasional diprediksi tumbuh lebih baik. Hal ini didorong keberpihakan pemerintah dan membaiknya bank umum syariah (BUS) skala besar.

Karim Consulting Indonesia (KCI) dalam paparan Proyeksi Perbankan Syariah 2018 menyebutkan bahwa tahun depan akan menjadi titik tolak bagi perbankan syariah untuk tumbuh lebih baik setelah selama 2015-2017 mengalami masa sulit. 

Presiden Direktur Karim Consilting Indonesia Adiwarman Karim menjelaskan, pada tahun depan akan banyak dorongan dari Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) antara lain inisiasi pembentukan bank BUMN syariah besar, integrasi zakat, pengembangan gaya hidup halal yang berdampak pada perbankan syariah, dan pengembangan peran wakaf melalui lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) 'Bank Wakaf'.

KCI memprediksi akan ada penanaman modal negara plus tambahan modal dari induk pada salah satu bank syariah nasional sehingga bank syariah tersebut jadi bank BUMN syariah besar. KCI juga melihat ada kemungkinan penggabungan satu bank syariah dengan UUS satu bank yang punya bisnis utama yang sama di pembiayaan perumahan.

Selain itu, konversi Bank NTB menjadi bank syariah penuh juga akan membawa angin segar bagi perbankan syariah nasional. Tambahan modal ke dua BUS besar di industri akan ikut mengerek kenaikan aset dan rata-rata kecukupan modal industri.

''Pada 2018 juga akan ada tambahan dua BUS lagi yang naik ke BUKU III,'' kata Adiwarman kepada Republika.co.id dalam sebuah kesempatan awal November 2017 lalu.

Adanya tambahan aset dari pembentukan bank syariah BUMN, merger, dan konversi, menurut Adiwarman, bisa menaikkan pangsa pasar perbankan syariah sekitar delapan persen. "Tapi kalau tidak, pangsa pasar perbankan syariah hanya sekitar enam persen," ujarnya.

Dalam skenario normal, KCI memprediski tingkat pengembalian aset (ROA) akan mencapai 3,39 persen dan aset Rp 462,03 triliun. Pada skenario optimistis, ROA perbankan syariah akan mencapai 4,09 persen dan aset Rp 501,09 trilun. Pada 2018 tingkat pembiayaan bermasalah (NPF) juga akan membaik ke kisaran 1,5-1,8 persen.

''Tapi itu semua akan tergantung aksi korporasi bank-bank syariah tahun depan,'' ucap Adiwarman.

Kehadiran LKMS 'Bank Wakaf' juga jadi contoh bagaimana pembiayaan murah bisa dinikmati masyarakat sekitar pesantren. Tiap LKMS akan menerima sekitar Rp 6 milar yang mana setengah dananya akan disimpan sebagai dana abadi deposito syariah dengan imbalan lima persen. Sementara sisa dananya akan jadi pembiayaan ke nasabah dengan margin tiga persen per tahun.

''Dana untuk pesantren ini bukan dari bank atau pemerintah, tapi konglomerat,'' kata Adiwarman.

Namun, menurut Sekjen Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (Asbisindo) Achmad K Permana, 2018 bukan tahun yang bagus bagi perbankan syariah untuk tumbuh agresif. Alasannya, ungkap dia, karena asumsi pertumbuhan ekonomi yang dipatok pemerintah pada tahun depan tidak jauh dengan pencapaian pertumbuhan nasional pada 2017, yakni masih di kisaran lima persen.

Belum lagi, sambung dia, tahun depan sudah menjelang tahun politik. "Belum tepat untuk bank syariah bergerak agresif meski tidak juga menahan diri. Pertumbuhan perbankan syariah pada 2018 bisa sama dengan 2017 saja sudah bagus," tutur Permana saat ditemui usai gelaran Anugerah Syariah Republika 2017 beberapa waktu lalu.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement