REPUBLIKA.CO.ID, SUBANG -- Kementerian Pertanian ekstensifikasi penanaman padi melalui program Perluasan Areal Tanam Baru (PATB). Terobosan tersebut dilakukan karena kondisi eksisting lahan sawah seluas delapan juta hektare, sudah sangat sulit untuk dilakukan perluasan.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan, lahan PATB yang akan dikembangkan diantaranya dilakukan di areal lahan kering seluas tiga juta hektare. Diantaranya lahan perkebunan muda yang belum menghasilkan TBM (2,4 juta hektare), lahan kering dataran tinggi (2,7 juta hektare), lahan kering masam (5 juta hektare).
Selain itu, Amran mengatakan, kemudian juga akan dilakukan perluasan areal lahan rawa seluas satu juta ha yang terdiri dari rawa lebak dengan potensi lahan 3 juta hektare dan pasang surut dengan potensi lahan 5 juta hektare.
"Pemilihan lahan kering dan lahan rawa karena pemerintah ingin meningkatkan taraf hidup masyarakat dan mengentaskan kemiskinan, yang kantong terbesarnya terutama berada di pedesaan," kata Amran, saat mengunjungi Balai Besar Penelitian Padi, Subang, Rabu (20/12).
Lahan kering dan rawa, kaya Amran, merupakan kawasan yang masih kurang tersentuh oleh program pemerintah sebelumnya. Sehingga, masyarakat yang hidup di lahan kering dan rawa, umumnya petani tradisional yang jauh dari akses ekonomi.
"Kehidupan masyarakat petani disana cukup berat karena lahan yang mereka oleh memiliki karakteristik kesuburan yang rendah dengan berbagai kendala lingkungan yang menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman padi, seperti kemasaman, keracunan logam berat, kekeringan, kebanjiran, saliniyas, serta serangan hama dan penyakit, seperti penyakit blast, busuk pelepah, hama wereng, tikus dan sebagainya," kata dia.
Oleh karena itu, kata Amran, hanya varietas-varietas padi tertentu yang dapat hidup adaptif pada kondisi lingkungan yang keras, dengan didukung oleh program logistik benih dan varietas unggul baru yang adaptif pada kondisi lahan yang marginal.
Varietas padi unggul terbaru yang adaptif pada kondisi agroekosistem di PATB lahan kering dan lahan rawa, diantaranya, pertama, varietas Inpago-12 Agritan, yang sesuai untuk lahan kering asam, dengan tingkat keasaman >60 Aldd, dengan potensi hasil hingga 10,2 ton per hektare.
Kedua, varietas rindang-1 dan rindang-2 yang toleran terhadap kondisi naungan 50-70 persen, yang dikhususkan untuk pengembangan padi dilahan perkebunan muda yang belum menghasilkan. Ketiga, varietas luhur-1 dan luhur-2, untuk lahan dataran tinggi diatas 750 meyer diatas permukaan laut.
Keempat, varietas Inpara 8 dan Inpara 9 yang tahan terhadap keracunan Fe dan rendaman, dengan potensi hasil 7,4 ton per hektare. Sedangkan yang kelima yaitu varietas Tarabas yang diperuntukan menggantikan import beras padi panen premium jenis Japonica, ysng permintaannya terus meningkat.
"Ini adalah unggulan kita, varietas yang baru kita lepas. Tahan ureng, tahan virus, kemudian produktivitasnya tinggi, rendemennya 70 persen, evisien pemupukan bisa menghemat 25 persen, ini luar biasa," tambahnya.
Selain mengenbangkan varietas padi unggul, Kementan juga merakit sistem budidaya lahan kering yang memadukan sistem budidaya organik dan mekanisasi. Tujuannya untuk menghasilkan daya hasil gabah tinggi, lebih efisien, dan ramah lingkungan. Sistem tersebut dinamakan Largo Super (Larikan Padi Gogo Super), yang saat ini sedang dikembangkan seluas 100 hektare di Kebumen, Jawa Tengah.