Selasa 19 Dec 2017 23:30 WIB

Pemerintah Diminta Tetap Buka Pasar Gas untuk Swasta

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Bayu Hermawan
Petugas PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) sedang memasang jaringan pipa gas bumi. ilustrasi
Foto: foto istimewa
Petugas PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) sedang memasang jaringan pipa gas bumi. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Indonesian Natural Gas Trader Association ( INGTA) atau Organisasi Perusahaan Distributor Gas Alam Indonesia, Sabrun Jamil mengatakan meski nantinya holding migas terbentuk, namun asosiasi meminta pemerintah tetap membuka pasar gas Indonesia kepada swasta. Sabrun menilai, keterlibatan swasta bisa meningkatkan iklim investasi dan perkembangan ekonomi.

Sabrun menjelaskan dengan terbentuknya holding migas maka nantinya Pertamina akan menguasai 80 persen infrastruktur pipa dan pasar gas di Indonesia. Ia berharap Pertamina tidak melakukan monopoli pasar dan memasok gas bagi pembangkit dan industri. Sabrun meminta pemerintah bertindak adil agar memberi ruang bagi pihak swasta untuk berpartisipasi dalam niaga gas.

"Holding itu yang pasti tujuannya memperbesar nilai aset untuk dibutuhkan memperbesar bisnis, bukan memperbesar struktur. Tetapi harus ada ruang juga bagi swasta untuk ikut berkembang," ujar Sabrun, Selasa (19/12).

Namun sejauh ini Sarbun melihat kebijakan holding migas hanya pada persoalan kepentingan penguasaan infrastruktur dan pasar, belum ada tujuan yang jelas bersifat strategis dari pemerintah untuk mencapai kedaulatan energi.

"Belum ada obrolan dari pemerintah mengenai hal strategis untuk mencapai kedaulatan energi. Holding ini tak ada gunanya jika tidak ada hal yang strategis terutama agar harga menjadi lebih murah," katanya.

Lebih lanjut ia menjelaskan Holding Migas ini dengan penguasaan infrastruktur, akan lebih membantu Pertamina untuk mendistribusikan gasnya yang didapat dari Exxon. Bisa dikatakan langkah pencaplokan PGN dan penguasa infrastruktur yang selama ini dikuasai PGN, sebagai jalan menyelamatkan bisnis gas Pertamina yang terlanjur ditandatangani pada saat kunjungan Wakil Presiden Amerika Serikat (AS), Michael Richard Pence ke Indonesia.

Jika hal ini tidak dilakukan kata Sabrun diperkirakan Pertamina sulit mendapatkan pasar dan menjual gas yang di impor dari Exxon. Pasalnya, selain gas domestik berlebih, harga gas dari Amerika Serikat juga tidak kompetitif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement