REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga telur naik menjelang Natal dan Tahun Baru. Meski demikian, kenaikan harga dinilai Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita masih dalam tahap toleransi. Kenaikan diakuinya masih wajar jika dibandingkan kerugian yang dihadapi oleh para peternak.
"Peternak pada waktu lalu turun wajar kemudian terjadi kenaikan dan kemudian turun waktu Lebaran," katanya saat ditemui di Gedung Kementerian Perdagangan, Senin (18/12).
Ia mengungkapkan, jumlah serapan daging ayam dan telur pada Nataru ini tidak sebesar Idul Fitri 2017 tetapi kenaikan harga relatif sama. Hal tersebut diakui Enggar karena pasokan yang berkurang. "Ada beberapa (ayam) peternak sakit," ujar dia. Hal tersebut berdampak pada berkurangnya intensitas bertelur ayam petelur yang mengakibatkan pengurangan produksi telur.
"Tapi sekarang suplai sudah normal," katanya. Itu artinya, dalam waktu dekat harga telur akan mengalami penurunan menjadi stabil.
Sementara itu, mengenai daging ayam, pihaknya telah memerintahkan peternak besar untuk tidak menaikan harga daging ayam semena-mena. Namun ia tidak ingin menekan terlalu jauh yang mengakibatkan peternak mandiri mati. Untuk daging ayam, Enggar mengaku perlu berhati-hati karena menyangkut peternak besar dan mandiri sehingga perlu ada keseimbangan. "Jadi kita akan masuk dulu dalam pasar untuk menyeimbangkan harga," ujar menteri asal Cirebon ini.
Harga daging ayam karkas biasanya dijual sebesar Rp 30 ribu hingga Rp 31 ribu per kg. Namun saat ini mengalami kenaikan menjadi Rp 32 hingga Rp 33 ribu per kg.
"Kemudian sekarang lagi turun, tapi tidak boleh jauh," kata dia. Hal tersebut guna menjaga keuntungan peternak namun tidak memberatkan konsumen. Dalam waktu dekat, pihaknya akan mengundang peternak layer guna memastikan pasokan dan kestabilan harga daging ayam.