REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Rencana pemerintah untuk membangun kereta api (KA) semicepat Jakarta-Surabaya mendapat tanggapan dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Menurut Kepala BPPT Unggul Priyanto, ada beberapa skenario yang harus dipikirkan terkait proyek KA semicepat ini.
"Memang masih dicari teknologi maupun jalur-jalur mana yang paling optimal," kata Unggul di Auditorium Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Kamis (8/12).
Ia menerangkan, jika memakai jalur kereta lama kelebihannya bisa menekan biaya investasi, tapi jalurnya tidak bisa dipakai kereta lambat. Karenanya BPPT mengusulkan ada penambahan satu lintasan lagi di samping jalur yang sudah ada.
"Jika sudah sepert itu ke depan jika ingin membangun jalur lagi tinggal menambah saja," ujar Unggul.
Namun demikian, ia mengingatkan, yang terpenting sebenarnya bukan hanya soal kereta itu sendiri, tapi harus memikirkan dampak sosial yang diakibatkan. "Ada beberapa permasalahan yang munkgin bisa muncul bisa memilih membangun jalur baru. Misalnya, pembebasan lahan tentu lebih banyak," ujar Unggul.
Menurutnya, walaupun menggunakan jalan tol Jakarta-Surabaya, tetap akan ada pembebasan lahan hingga tiga kali lipat dibandingkan menggunakan jalur lama. Ia menegaskan, kedua pilihan memang memiliki keuntungan dan kekurangan.
Ia menyebutkan, untuk pembangunan jalur baru dibutuhkan investasi sekitar Rp 170 triliunan. "Kalau memakai jalur yang sudah ada (existing) cukup Rp 85 triliun sudah bisa ada satu rel tambahan," ungkap Unggul.
Menurut Unggul, pembangunannya pun bisa dilaksanakan secara bertahap. "Misalkan, sekarang Jakarta-Semarang dulu satu jalur yang nantinya bisa dipindahkan ke rel yang lama," ujarnya.
Terkait teknologi yang akan digunakan, kata Unggul, masih belum ditentukan apakah dari Jepang, Korea Selatan atau Jerman. Itu semua, menurutnya, masih tergantung keuangan yang akan digelontorkan.
"Untuk Jepang dan Jerman, tentu keamanan dan pengalaman cukup terjamin tapi dengan harga cukup mahal," tuturnya.
Jepang, lanjut Unggul, biasanya membangun jalur untuk kereta lambat dan kereta cepat secara terpisah. "Jika ingin yang murah dengan kualitas sudah lumayan tentu Korea, yang biasanya bisa dicampur antara yang cepat dan lambat," ujarnya.