REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pemasaran PT Pertamina (Persero), Iskandar Muchammad menjelaskan fenomena kelangkaan gas elpiji bersubsidi saat ini bukan karena kelangkaan. Menurutnya, Pertamina perlu menjaga stok agar beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tak meledak karena harus menutupi biaya impor elpiji.
Iskandar mengatakan saat ini Pertamina masih bergantung pada gas elpiji impor untuk bisa memenuhi kebutuhan di dalam negeri. "Ini nggak ada kaitannya dengan kelangkaan. Tetap kita penuhi kan. Volumenya bukan terus kita rem supaya kuota nggak jebol," ujar Iskandar di Kantor Pusat Pertamina, Jumat (8/12).
Iskandar menjelaskan komposisi impor elpiji yang dilakukan oleh Pertamina sebesar hampir 60 persen dari jumlah kebutuhan di dalam negeri. Hal ini dikarenakan produksi elpiji dalam negeri hanya bisa menutupi 40 persen kebutuhan domestik.
"Konsumsi domestik ditopang oleh impor sekitar 56 hingga 60 persen. Ini memang rutin kita lakukan. Nah, karena ada impor ini, dan peruntukannya untuk pelanggan bersubsidi jika kita oversupply maka beban APBN akan semakin tinggi," ujar Iskandar.
Iskandar menjelaskan jika Pertamina memasok secara berlebihan ke masyarakat, Pertamina khawatir anggaran pemerintah tak akan cukup untuk bisa membayar beban kelebihan ini. Sebab, persoalan elpiji tiga kilogram tak lepas dari persoalan pagu anggaran yang sudah diketok palu oleh pemerintah dan parlemen.
"Kan sekitar Rp 1 triliun ya kekurangan pagu anggarannya. Itu yang kita khawatir, kami perlu komunikasi dengan pemerintah," ujar Iskandar.