REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai penyesuaian tarif pada lima ruas tol tidak adil. Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengungkapkan seharusnya penyesuaian tarif tol harus seimbang dengan pelayanan.
"Kenaikan tarif tol dalam kota tidak sejalan dengan kualitas pelayanan jalan tol dan berpotensi melanggar standar pelayanan jalan tol," kata Tulus, Rabu (6/12).
Dia mengatakan, kenaikan tarif tol seharusnya dibarengi dengan kelancaran lalu lintas dan kecepatan kendaraan di jalan tol. Sehingga, kata dia, jika ada penyesuaian tarif maka ada hal yang positif dirasakan langsung oleh pengguna tol.
Menurutnya, fungsi jalan tol masih menjadi sumber kemacetan baru. "Seiring dengan peningkatan volume kemacetan dan minimnya rekayasa lalu lintas untuk pengendalian kendaraan pribadi," ungkap Tulus.
Untuk itu, ia menilai jika ada penyesuaian tarif maka hal tersebut tidak adil bagi konsumen. Hal itu terutama untuk ruas Tol Dalam Kota Jakarta karena pertimbangan kenaikan tarif yang dilakukan Kementerian Pekerja Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dinilainya hanya memperhatikan kepentingan operator jalan tol, yakni dari aspek inflasi saja. Sementara aspek daya beli dan kualitas pelayanan pada konsumen tidak dipertimbangkan.
Tulus juga menilai penyesuaian tarif tersebut bisa memicu kelesuan ekonomi saat daya beli konsumen sedang menurun. "Sebab kenaikan itu akan menambah beban daya beli masyarakat dengan meningkatnya alokasi belanja transportasi masyarakat," ujar Tulus.
Dengan adanya ketidakadilan tersebut, YLKI mendesak Kementerian PUPR merevisi regulasi tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) jalan tol. Menurutnya, selama ini SPM tidak pernah direvisi dan ditingkatkan sehingga tidak adil bagi konsumen. Begitu juga dengan pemeriksaan yang dilakukan saat mengevaluasi fasilitas jalan tol sebelum akhirnya ditetapkan adanya penyesuaian tarif. Tulus mendesak adanya transparansi dalam hasil audit pemenuhan SPM terhadap operator jalan tol.