Selasa 05 Dec 2017 17:16 WIB

14 Hektare Lahan LRT Belum Dibebaskan

Rep: Farah Noersativa/ Red: Israr Itah
Pekerja beraktivitas di proyek pembangunan kereta ringan atau Light Rail Transit (LRT) Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (Jabodebek) di kawasan Cawang, Jakarta, Senin (7/8).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Pekerja beraktivitas di proyek pembangunan kereta ringan atau Light Rail Transit (LRT) Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (Jabodebek) di kawasan Cawang, Jakarta, Senin (7/8).

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Sebanyak 14 hektare lahan untuk Light Rail Transit (LRT) belum dibebaskan. Keseluruhan lahan itu terdiri atas tiga daerah, yakni Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kota Depok, dan DKI Jakarta.

"Masih ada 14 hektare yang belum dibebaskan dan 11 hektare merupakan lahan untuk depo LRT," kata Pejabat Pembuat Komitmen LRT Kementerian Perhubungan, Jumardi, dalam Forum Diskusi di Universitas Islam 45 Bekasi, Selasa (5/12).

Ia mengatakan, total kebutuhan lahan untuk pembangunan LRT adalah 60 hektare. Kebutuhan lahan yang paling luas berada di wilayah Jatimulya, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi.

Ia menyebut 11 hektare untuk membangun depo LRT guna tempat garasi kereta, berada di wilayah itu. Enam hektare di antaranya merupakan milik PT Adhi Karya, namun saat ini ditempati oleh 300 Kepala Keluarga (KK).

Sementara, lima hektare lainnya, kata dia, merupakan milik Kementerian Pekertjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Pihaknya menargetkan sebelas hektare lahan tersebut akan ditargetkan selesai pada Maret 2018.

"Pembebasan lahan setidaknya membutuhkan waktu selama lima hingga enam bulan, tapi kita targetkan awal tahun sudah selesai sehingga Maret 2018 sudah pengerjaan depo," ujar Jumardi.

Ia mengatakan, tiga hektare yang harus dibebaskan lagi tersebar di beberapa titik di Kota Bekasi, Kota Depok, dan DKI Jakarta. Pemerintah pun telah mengalokasikan dana sebesar Rl 1,6 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN) untuk pembebasan lahan 14 hektare ini.

Dalam catatannya, total investasi dari pembangunan LRT mencapai Rp 31 triliun. Termasuk dana pembebasan dan pengadaan konsultan. Dana itu tak hanya dari APBN, melainkan juga dari pinjaman oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai operator kereta. Dari nilai itu pemerintah memberikan dana Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 7,6 triliun. Sisanya dicarikan dari pinjaman ke lembaga keuangan lain.

Dalam Forum Diskusi itu, hadir pula Direktur Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unisma, M. Harun Al Rasyid, serta Pengamat Perkotaan dan Transportasi Yayat Supiratna.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement