REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gini ratio atau koefisien gini yang tinggi di Indonesia menjadi gambaran pahit tentang masih senjangnya pendapatan antar-segelintir orang dengan sekelompok lainnya. Oleh karena itulah, pemerintah mencari cara untuk menekan serendah mungkin angka rasio gini sehingga kesenjangan sosial tidak menjadi makin lebar.
Salah satu yang terus diupayakan adalah memberdayakan koperasi dan usaha kecil menengah karena sektor tersebut dianggap paling bisa diandalkan untuk mendongkrak pemerataan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Menteri Koperasi dan UKM AAGN Puspayoga juga sempat mengungkap cara memeratakan kesejahteraan di Indonesia, yaitu dengan mengoptimalkan pemberdayaan terhadap para pelaku koperasi dan UKM.
Ia mengatakan pemerataan kesejahteraan merupakan bentuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pemerataan sekaligus sebagai upaya untuk menekan kesenjangan pendapatan atau angka gini ratio di Indonesia yang masih tinggi.
Koefisien gini merupakan ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan agregat (secara keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan yang sempurna). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh gini ratio adalah sebesar 0,393 pada Maret 2017. Angka ini menurun sebesar 0,001 poin jika dibandingkan dengan gini rasio pada September 2016 yang sebesar 0,394 persen.
Menurut Menteri Puspayoga, angka pertumbuhan ekonomi Indonesia yang menempati posisi tiga besar di antara negara-negara anggota G20 akan menjadi tidak ada manfaatnya bagi masyarakat jika pertumbuhan ekonomi tersebut hanya dinikmati oleh segelintir orang. Oleh karena itu, pemerataan kesejahteraan ini menjadi kunci bagi suksesnya pembangunan yang berkeadilan di Indonesia. Andalannya adalah dengan memberdayakan koperasi dan UKM lebih baik lagi.
Beberapa sektor yang terkait langsung dengan pemberdayaan koperasi dan UKM juga diharapkan Puspayoga terlibat secara aktif di antaranya sektor pariwisata. UMKM, disebutnya tidak bisa dipisahkan dari pariwisata. Kalau pariwisatanya maju maka UMKM-nya juga akan maju.
Ia berharap, keterlibatan dan kepedulian sektor lain terhadap pengembangan koperasi dan UMKM makin besar mengingat lebih dari 90 persen pelaku usaha di Tanah Air masih bergerak di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah.
Puspayoga sekaligus mengapresiasi berbagai pihak yang menginisiasi cara-cara yang inovatif dan kreatif dalam upaya mendorong para pelaku koperasi dan UKM agar makin berkembang dan berdaya saing. Ia mencontohan tentang pembentukan Indonesia Bagian Timur (IBT) Center yang dipusatkan di Surabaya, Jawa Timur, sebagai pusat data sekaligus pusat promosi dan perdagangan pelaku UKM dari kawasan timur Indonesia, menjadi terobosan yang pantas untuk direplikasikan di kawasan lain.
Selain itu, penggunaan aplikasi berbasis dalam jaringan yang mendukung bisnis pelaku UMKM pun dianggapnya sebagai terobosan yang harus terus dilakukan pada era pemasaran digital. Strategi tersebut, kata Menteri, diharapkan menjadi instrumen yang tepat bagi para pelaku koperasi dan UKM di kawasan Indonesia Bagian Timur agar mampu memperluas jejaring pasar dan usaha mereka sehingga pemerataan kesejahteraan pun dapat diwujudkan.
Ketua Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis (ASKES) Suroto mengatakan koperasi dan UMKM bisa menjadi alternatif untuk mengurangi tensi sosial berupa keterpurukan perekonomian bagi masyarakat kelas bawah yang bisa dilihat dari gini rasio yang masih tinggi. Ia mengemukakan koefisien gini yang tidak ideal potensial melahirkan revolusi sosial terlebih diproyeksikan pada 2030 akan terjadi bonus demografi di mana 70 persen dari jumlah penduduk adalah anak muda. Oleh karena itu, menurut dia, jika koperasi tidak segera dikembangkan, revolusi sosial dalam berbagai bentuk bisa terjadi.
Indonesia, kata dia, memiliki jumlah koperasi terbanyak di dunia dengan rata-rata di setiap desa terdapat tiga koperasi. Sayangnya jumlah yang banyak itu tidak diiringi dengan kualitas yang baik. Bahkan, tidak sedikit koperasi di Indonesia sudah tidak aktif beroperasi. Ia menyarankan agar koperasi direvitalisasi sehingga bisa menjadi wadah bagi wirausaha muda atau pelaku UKM pemula untuk mengembangkan usahanya secara terkonsolidasi. Dengan begitu, UKM sebagai solusi mengurangi tingkat kesenjangan sosial pun dapat segera terwujud.