REPUBLIKA.CO.ID, SHANGHAI -- Pasar saham Cina terlihat terus meningkat sepanjang tahun dari awal Januari, namun dilihat dari grafik pada Selasa (28/11), nilainya mulai menunjukkan tanda-tanda kelemahan. Indeks pada sepekan terakhir ini turun lebih dari dua persen.
Analis Strategi Miller Tabak, Matt Malley, mengatakan beberapa penurunan terjadi setelah bulan lalu nilai saham naik tinggi. Sementara Indkes Komposit Shanghai masih jauh di atas level terendah-nya di tahun 2016 yang turun dari musim semi di Cina.
"Ini juga melemah dari apa yang disebut formasi puncak yang meluas, atau formasi 'megafon'. Formasi ini cukup langka, dan fakta ini sedikit mengawatiran," katanya.
Sebagian dari penurunan tersebut, Malley menyatakan terjadi karena Cina telah melakukan upaya untuk mengurangi dan mengendalikan tingkat utangnya yang tinggi.
"Sekarang Kongres Nasional berada di belakang mereka, mereka tampaknya kembali pada jejak deleveraging. Hal itu mungkin karena suku bunga obligasi China telah meningkat secara berarti dalam beberapa minggu terakhir," kata Miley dilansir CNBC, Rabu (29/11).
Kepala ekonom Phoenix Group, Max Wolff mengatakan penurunan dalam ekuitas Cina menjadi periode konsolidasi setelah sahamnya maju untuk sebagian besar tahun ini. Setidaknya indeks naik sedikit lebih dari tujuh persen year to date (ytd).
"Jelas, Cina telah berjalan cukup baik sampai baru-baru ini. Ada semacam ketergantungan yang telah lama bersama kita, tentang kemampuan untuk mempertahankan tingkat pertumbuhan secara nyata," kata Wolff pada Senin (27/11) di "Trading Nation".
Cina melaporkan produk domestik bruto kuartal ketiga bulan lalu memenuhi harapan, meskipun mencerminkan ekspansi yang sedikit lebih kecil dari kuartal sebelumnya. Sementara, Komposit Shanghai naik perlahan pada Selasa kemarin.