REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ingin perbankan menurunkan suku bunga kredit. Sebab, hal itu akan mendorong permintaan kredit sehingga bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Nurhaida, mengatakan asal pembiayaan di Indonesia sekitar 80 persen masih dari perbankan. Sedangkan, 20 persen pembiayaan dari pasar modal dan lembaga keuangan lain. Hal itu menjadi perhatian pemerintah karena suku bunga kredit masih tinggi.
Menurutnya, suku bunga kredit berpatokan pada suku bunga acuan Bank Indonesia. Saat ini, suku bunga acuan BI berdasarkan BI 7-Day Repo Rate sebesar 4,5 persen. Namun, suku bunga kredit masih belum mengikuti penurunan suku bunga acuan BI.
"OJK mengimbau kepada bank supaya segera menyesuaikan. Karena kalau suku bunga masih tinggi perekonomian kita tidak semaksimal yang kita harapkan," kata Nurhaida di kampus IPB Dramaga, Bogor, Senin (20/11).
Dengan suku bunga kredit yang tinggi dinilai butuh biaya tinggi untuk mendorong perekonomian. Menurut Nurhaida, salah satu cara mendorong bank menurunkan suku bunga kredit dengan diberikan insentif bagi bank yang memberikan suku bunga kredit lebih rendah. Namun, selama ini bank memberikan suku bunga kredit tergantung suku bunga deposito yang diberikan. Kalau ada yang mematok beberapa persen lebih tinggi maka bank akan sulit menurunkan suku bunga kredit.
"BI sudah menurunkan suku bunga acuan, bank menurunkan suku bunga kredit dan deposan tidak mengharapkan suku bunga deposito tinggi, sehingga ekonomi kita bergulir lagi," ujar Nurhaida.
Terkait insentif tersebut, Nurhaida masih enggan menjelaskan secara detail. Menurutnya, insentif tersebut sifatnya lebih ke internal. "Kalau mereka lakukan itu (penurunan suku bunga kredit) ada hal-hal kemudahan-kemudahan misalnya itu, bentuk kemudahan apa tidak usah disebut dulu," ucapnya.
Dia berharap perbankan segera menyesuaikan suku bunga kredit. Meskipun, dari hasil pantauan OJK penyesuaian itu belum secepat yang diharapkan. "Kami berharap dengan beberapa kali suku bunga acuan BI turun itu juga penurunan di suku bunga kredit terutama juga bisa turun tapi belum terlalu seperti yang diharapkan. Karena bunga kredit itu kan sangat penting untuk kegiatan perekonomian," ungkapnya.
Presiden Direktur Bank OCBC NISP, Parwati Surjaudaja, mengaku telah beberapa kali menurunkan suku bunga kredit sejak awal 2017. Terakhir, bulan ini OCBC NISP menurunkan lagi suku bunga kredit sebesar 25 bps.
"Yang pasti penurunan suku bunga pinjaman yang ini jauh lebih besar dari suku bunga dana. Makanya NIM bank terus turun," kata Parwati kepada wartawan di kantor Bank OCBC NISP, Jakarta, Selasa (21/11). Menurut Parwati, penurunan suku bunga kredit tersebut terjadi di semua segmen, baik UMKM maupun korporasi.
Meski demikian, dampak penurunan suku bunga kredit belum terasa. Sebab, menurut Parwati, orang mengajukan kredit bukan karena suku bunga, melainkan tergantung kebutuhan. "Kredit belum naik bukan karena suku bunga. Demand disitu-situ juga. Karena kondisi makro belum mendukung," ujarnya.
Secara terpisah, Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Detry Damayanti, mengatakan saat ini likuiditas perbankan dalam kondisi membaik. Rasio kredit terhadap dana pihak ketiga atau LDR di bawah 90 persen. Selain itu, dalam satu tahun ini pertumbuhan kredit perbankan melambat di kisaran 8-9 persen, sedangkan penghimpunan dana tumbuh pesat. "Sehingga secara over all bank memang dalam kondisi secara likuiditas bagus. Sehingga memang buat bank (ada ruang) menurunkan suku bunga apalagi sesuai arah kebijakan Bank Indonesia juga," kata Destry di Jakarta pekan lalu.