REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong, menyatakan sektor pariwisata dan ekonomi digital sebagai sektor yang menjanjikan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2018.
Thomas Lembong mengatakan, kondisi ekonomi dunia sekarang ini termasuk yang terbaik dalam 10 tahun terakhir. Sekitar 75 persenn perekonomian dunia mengalami pertumbuhan positif. Dari semua anggota G20 mengalami pertumbuhan ekonomi positif.
"Dampaknya terasa di Indonesia. Pertama, ekspor tumbuh 17 persen (yoy) pada kuartal III 2017, dibandingkan tahun lalu yang terkontraksi 14 persen, kemudian membaik menjadi minus 8 persen, membaik lagi menjadi minus 2 persen, kemudian tumbuh 17 persen," kata Thomas Lembong melalui video konferensi dalam acara UOB Indonesia''s Economic Outlook 2018 bertema Navigating Your Business in Uncharted Waters, di Hotel Shangri La, Jakarta, Selasa (14/11).
Selain itu, iklim investasi juga terlihat positif, dengan adanya perbaikan sentimen global terutama sejak rating Indonesia dinaikkan oleh Standard & Poor's (S&P) menjadi investment grade atau predikat layak investasi. Dalam 20 tahun atau sejak 1997, pertama kalinya Indonesia dinilai layak investasi oleh tiga lembaga pemeringkat internasional, yakni Fitch, Moody's dan Standard & Poor's.
Namun, dia mengingatkan jika Indonesia tengah memasuki tahun politik yakni Pilkada serentak dan Pilpres 2018. Menurutnya, pemerintah harus bisa fokus pada implementasi program. Pemerintah telah menerbitkan 16 paket kebijakan ekonomi. Namun, masih banyak kalangan yang mengeluhkan, meski paket kebijakan ekonomi sudah keluar tapi implementasi di lapangan tidak sesuai harapan. "Jadi kami akan fokus pada implementasi. Kedua, bisa membenahi pola kerja sebagai birokrasi, prosedur yang disederhanakan. Itu terus terang tidak memerlukan banyak retorik di masyarakat tetapi sesuatu yang bisa kami benahi sendiri sambil menunggu sampai siklus pemilu sudah selesai," ungkapnya.
Thomas Lembong menyatakan kerap mendapat pertanyaan mengenai sektor yang menjanjikan di tengah kondisi global. Menurutnya, pariwisata dan ekonomi digital menjadi sektor yang menjanjikan.
Sektor pariwisata terdorong salah satunya berkat upaya pemerintah yang telah membebaskan visa kepada 170 negara sejak tiga tahun lalu. Kemudian membangun 10 Bali baru, serta pembangunan infrastruktur seperti bandara, jalan, power plan di banyak destinasi baru. Sehingga destinasi baru itu bisa dijangkau lebih murah dan lebih cepat. "Maka pariwisata naik 25 persen. Invetor saya kira sudah mencium peluang ini. Maka saya kira investasi di pariwisata tumbuh 35 persen dibanding tahun sebelumnya," ujarnya.
Sedangkan sektor ekonomi digital (e-commerce) menjadi peluang bagi perusahaan rintisan (start up) dalam membuat platform-platform baru dan aplikasi-aplikasi baru. Namun, hal itu juga menjadi tantangan bagi dunia usaha. Dia mengajak masyarakat Indonesia untuk bisa mengikuti perkembangan ekonomi digital yang kuat.
"Kita semua harus bisa mendigitalkan usaha-usaha kita dari segi keuangan, marketing, proses manufaktur, semuanya harus didigitalkan. Kalau tidak, kita bisa ketinggalan, dengan adanya pergeseran pola konsumsi, pola produksi, dan pola kerja. Ini yang sudah kita rasakan di 2017 dan akan semakin dirasakan di 2018," kata Lembong.
Pertumbuhan ekonomi digital diperkirakan membuat sektor tersebut menjadi salah satu kontributor terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2018. Populasi penduduk Indonesia pada 2016 lebih dari 262 juta jiwa, sebanyak 51 persen atau 132,7 juta di antaranya pengguna internet, 40 persen atau 106 juta pengguna media sosial, den 35 persen atau 92 juta pengguna ponsel aktif. Indonesia dianggap telah menjadi sebuah negara yang memiliki fondasi kuat untuk pertumbuhan ekonomi digital yang berkelanjutan.
Pada 2016, Asosiasi E-Commerce lndonesia mencatat 24,74 juta orang lndonesia membeli produk secara daring (e-commerce buyers) atau 9 persen dari total populasi. Pada 2017, transaksi e-commerce diperkirakan meningkat sebesar 30 hingga 50 persen dari jumlah transaksi total sebesar 5,6 juta dolar AS pada 2016.