REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Fintech Syariah dari STEI Tazkia Murniati Mukhlisin menilai pertumbuhan financial technology berbasis syariah akan semakin marak. Dia memprediksi untuk selanjutnya akan lebih banyak lagi fintech yang mengurus perizinan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau Bank Indonesia (BI).
Murniati mengatakan, untuk fintech syariah di Indonesia perkembangannya akan semakin positif. "Fintech syariah itu pasti akan bertambah lagi. Prospeknya luar biasa," kata Murniati kepada Republika.co.id, Jumat (10/11).
Murniati menyampaikan, proyeksi fintech syariah akan semakin berkembang karena banyak kaum lemah, tak berdaya, di lokasi terpencil, dan semacamnya itu memiliki kebutuhan. Dengan adanya peluamg fintech tersebut, menurutnya akan memberikan kesempatam di daerah tersebut untuk berekonomi syariah memlaui fasilitas teknologi.
Meskipun berpeluang namun Murniati menegaskan agar fintech syariah berpotensi maka harus didukung dengan teknologi baik. "Ini tergantung fasilitas teknologinya terutama yang bisa menjangkau daerah-daerah kecil juga," ujar Murniati.
Sebab, kata Murniati, 60 persen pembiayaan itu hanya terpusat di Pulau Hawa saja. Sementara 40 persen lainnya tersebar di Sumatra, Kalimantan, dan lainnya dengan porsi yang lebih sedikit. "Padahal kan Pulau Jawa itu pulau kecil dibandingkan lainnya tapi pembiayaan masih banyak di sana. Untuk itu fasilitas teknologi juga harus mendukung di daerah-daerah lain," kata Murniati.
Kondisi ini menurut Murniati menunjukkan kalau pemerataan pembiayaan masih belum maksimal. Apalagi dengan pembiayaan syariah, kata Murniati, yang lasti akam lebih kecil dibandingkan fintech berbasis konvensional.
Soal hukum, Murniati mendesak OJK harus bisa membuat aturan yang lebih spesifik untuk fintech syariah. "Seperti yang masih kita dengan masih ada fintech syariah yang masih menggunakan bahasa konvensional seperti pinjaman, pembayaran, dan sebagainya. Bahasa harus ada regulasinya juga," ujar Murniati.