REPUBLIKA.CO.ID, PURBALINGGA -- Produk kerajinan asal Purbalingga tidak hanya dijual di pasaran lokal. Namun sudah mulai di ekspor ke beberapa negara asing.
Seperti produk kerajinan sapu shorgum yang dibuat di rumah perajin Bambang Triyono (48), warga Desa Karanggambas Kecamatan Padamara, sudah diekspor ke Korea, Taiwan, Jepang, Malaysia, Pakistan dan India.
''Eskpor sapu shorgum ini sudah berlangsung sejak tahun lalu. Hasilnya lumayan, bisa memenuhi kebutuhan keluarga,'' kata Bambang Triyono, Ahad (5/11).
Dia menyebutkan, pembeli dari luar negeri, membali sapu hasil produksinya dengan harga 1,5 dolar AS di tempat perajin. Bila dikurs rupiah, harganya sekitar Rp 17 ribu.
Dengan tingkat harga tersebut, Bambang mendapat informasi harga sapunya di negara tujuan, bisa mencapai lima kali lipat. ''Kenaikan harga setinggi itu mungkin karena ongkos angkutan dan biaya lain-lain cukup tinggi,'' jelasnya.
Yang pasti, kata dia, dengan harga jual tersebut dia bisa rutin mengirim sapu sorgum ke luar negeri. ''Setiap bulan, kami mengirim 1-2 kontainer atau sekitar 15 sampai 30 ribu sapu shorgum,'' katanya.
Bahkan dia menyatakan, peluang pasar sapu sorgum di luar negeri sebenarnya masih terbuka lebar. Dia menyebutkan, berapa pun produksi sapu yang dihasilkan, buyer di luar negeri siap membeli.
Untuk memenuhi permintaan pembeli, Triyono saat ini mempekerjakan belasan pekerja. Setiap pekerja, ditarget bisa membuat 20 sapu per hari. ''Upah pekerja menggunakan sistem borongan,'' jelasnya.
Untuk membuat sapu berbahan baku jerami shorgum, pohon shorgum tersebut dirontokkan shorgumnya dulu, setelah itu tangkainya dijemur. Untuk membuat satu sapu, minimal dibutuhkan 20 ikat batang shorgum.
Setelah bahan baku kering, baru dianyam dengan tambang plastik kecil yang dianyam agar lebih kuat dan kelihatan lebih rajin dan rapi. Sedangkan di bagian ujungnya, agar lebih kelihatan rapi disisir sehingga kelihatan lebih halus.
Dia menyebutkan, di Kabupaten Purbalingga sebenarnya ada cukup banyak penrajin sapu. Namun kebanyakan menggunakan bahan baku pohon glagah yang banyak ditanam di daerah perbukitan seperti glagah arjuna.
''Sedangkan sapu yang saya buat, menggunakan bahan baku shorgum Hermanda atau dalam bahasa Indonesianya pohon gandum,'' jelasnya.
Kendala yang dihadapi dalam pembuatan sapu shorgum, menurun Triyono, adalah masalah ketersediaan bahan baku. Karena itu, dia juga mendatangkan bahan baku dari daerah lain yang di daerahnya terdapat shorgum.
Selain membuat sapu shorgum, Triyono mengaku membuat sapu yang bahan bakunya pohon glagah arjuna, lidi kelapa dan lidi sawit. Namun kebanyakan sapu tersebut dijual di pasaran dalam negeri.