Rabu 01 Nov 2017 16:35 WIB

Bisnis Distro di Bandung Bertumbangan

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Nur Aini
Kawasan toko
Kawasan toko "factory outlet" di Jalan Cihampelas, Bandung, Jumat (9/8), tampak ramai dikunjungi wisatawan.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Penurun bisnis tidak hanya dialami bisnis ritel. Tahun ini sektor ekonomi kreatif, seperti clothing dan distribution store (distro) juga mengalami perlambatan yang cukup dalam.

Menurut Ketua Kreative Independent Clothing Kommunity (KICK) Bandung, Ade Andriansyah, sejak awak tahun tingkat kunjungan distro anjlok 30 persen hingga 40 persen.

 

"Kondisi penurunan ini, terjadi sejak Lebaran 2016," ujar Ade kepada wartawan saat Konferensi Pers Simpati Kickfest XI di Loop Station, Jln Diponegoro, Bandung, Rabu (1/11).

 

Menurut Ade, puncak perlambatan bisnis clothing tersebut memang mulai terjadi tahun ini. Bahkan, perubahannya sangat cepat. "Sadar tidak sadar, tiba-tiba saja terjadi. Banyak pelaku usaha clothing dan distro kelabakan. Mereka menjerit," katanya.

 

Padahal, kata dia, di sisi lain mereka dihadapkan pada harga sewa tempat dan biaya operasional yang terus melambung. Namun, tingkat kunjungan justru anjlok signifikan. "Akibatnya banyak yang tumbang, menutup distronya. Ada yang memilih beristirahat dulu, ada yang memilih beralih ke online," kata Ade seraya mengatakan mayoritas pengusaha memang memilih menutup distronya lalu beralih ke online.

 

Ade pun, tak menampik jika keberadaan e-commerce sebagai penyebab utama pelemahan sektor tersebut. Padahal, di sisi lain, e-commerce justru seharusnya menjadi peluang yang harus dimanfaatkan oleh pelaku usaha clothing dan distro untuk meningkatkan ekspansi bisnisnya. "Dampak e-commerce pasti ada. Akan tetapi, bukan yang utama," ujarnya.

 

Ade menjelaskan, pelemahan clothing dan distro ini terjadi karena banyak faktor. Hal itu mulai dari penurunan konsumsi masyarakat, perubahan alternatif destinasi liburan karena tiket pesawat yang semakin murah, e-commerce, dan lain-lain.

 

Ade pun mengimbau, kondisi tersebut seharusnya tidak boleh direspon pelaku usaha clothing dan distro dengan menyerah. Karena, pelaku usaha di sektor tersebut harus semakin kreatif dan inovatif dalam desain produk, pelayanan, dan program pemasaran.

 

Pelaku usaha clothing dan distro pun, kata dia, harus mampu memberikan experience baru bagi pengunjung distro. Misalnya, dengan membedakan antara konsep produk yang dipasarkan secara online dan offline.

 

Sementara itu, tahun ini sejumlah toko ritel di Jakarta mulai menutup gerainya. Ketua Kadin Jabar Agung Suryawal mengakui kondisi tersebut terjadi salah satu penyebabnya karena daya beli masyarakat sedang turun. Berdasarkan pantauannya di sejumlah wilayah Jawa Barat seperti Garut, Sukabumi penurunannya mencapai 30 persen.

 

"Saya kira memang daya beli (turun). Saya kan keliling Jawa Barat khususnya Jabar Selatan. Seperti Garut, Sukabumi ternyata daya beli masyarakat memang turun sampai 30 persen," kata Agung.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement