REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan inklusi dan literasi keuangan syariah masyarakat Indonesia masih memprihatinkan. Karena itu, OJK memperkenalkan industri keuangan syariah lebih masif, salah satunya lewat keuangan syariah fair.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama industri keuangan syariah menggelar acara Keuangan Syariah Fair (KSF) Bogor 2017 di Cibinong City Mal, Kabupaten Bogor, Jumat-Ahad (27-29/10). Acara tersebut bertujuan meningkatkan pemahaman masyarakat khususnya Cibinong terhadap keuangan syariah.
Dalam sambutannnya di acara pembukaan, Jumat (27/10), Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 1B OJK, Sugianto, mengatakan keuangan syariah sudah cukup lama dibangun, lebih dari 20 tahun yang lalu. Sektor keuangan syariah terdiri dari perbankan syariah, industri keuangan nonbank (IKNB) syariah, dan pasar modal syariah. "Hingga saat ini total aset keuangan syariah lebih dari Rp 1.000 triliun. Kalau dibandingkan dengan aset keseluruhan sektor keuangan nasional hanya 8,01 persen," kata Sugianto.
Secara rinci, aset perbankan syariah baru Rp 389,74 triliun, IKNB syariah Rp 99,15 triliun, dan pasar modal syariah Rp 559,59 triliun. Meski terbilang kecil, Sugianto menilai angka tersebut cukup menggembirakan bagi OJK karena ada perkembangan terus menerus. "Satu hal yang memprihatinkan kita bahwa masyarakat kita muslim terbesar di dunia namun inklusi dan literasi bagi masyarakat Indonesia ini untuk sektor jasa keuangan syariah masih memprihatinkan," ujarnya.
Berdasarkan hasil survei literasi 2016 yang dilakukan OJK, indeks literasi keuangan syariah baru 8,11 persen. Artinya, setiap 100 orang baru delapan orang yang memahami sektor jasa keuangan syariah. Sedangkan tingkat inklusi atau masyarakat yang menggunakan keuangan syariah untuk pendanaan baru 11,06 persen. Artinya dari 100 masyarakat Indonesia hanya 11 orang yang menggunakan transaksi keuangan di sektor keuangan syariah.
Sementara sektor pasar modal syariah indeks litetasinya hanya 0,02 persen. Artinya setiap 10 ribu orang Indonesia hanya dua orang yang mengenal pasar modal syariah. "Secara keseluruhan kami cukup prihatin. Hari ini kami hadir untuk memperkenalkan jasa keuangan syariah ini kepada masyarakat khususnya di Cibinong," ujarnya.
Sugianto menambahkan, hasil survei literasi masyarakat Jawa Barat terlihat indeks literasi sebesar 7 persen. Namun, indeks inklusi lebih tinggi yakni 21 persen. "Kami juga khawatir mereka yang belum memahami sudah transaksi di sektor jasa keuangan syariah. Nanti dikhawatirkan ada pihak-pihak yang menyalahgunakan. Masyarakat banyak tidak paham kemudian ditipu pihak yang menawarkan investasi," ucapnya.
Dalam mengembangkan keuangan syariah, ujarnya, regulator dan industri keuangan syariah dituntut mampu menjelaskan kepada masyarakat apa sebenarnya sektor keuangan syariah. Hal ini supaya masyarakat paham sektor keuangan syariah. "Keuangan Syariah Fair ini sudah kami lakukan tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini yang terakhir di Cibinong. Mudah-mudahan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang sektor keuangan syariah," ujarnya.
Program tersebut merupakan kegiatan berkelanjutan yang terus dilakukan OJK dan industri jasa keuangan sejak ACKS diresmikan Presiden RI pada 2015 di Senayan, Jakarta. KSF yang ketiga di tahun ini diikuti oleh 40 industri jasa keuangan syariah yang terdiri dari 12 Bank Syariah, 12 Industri Keuangan Non Bank Syariah dan 16 Manajer Investasi serta Perusahaan Sekuritas penyedia produk syariah di Pasar Modal.
OJK juga akan melaksanakan workshop Kopi Darat Grup Pasar Modal Syariah pada 28 Oktober 2017 dengan mendatangkan pembicara dari OJK, Manajer Investasi dan Perusahaan Efek sebagai penyedia Sistem Online Trading Syariah (SOTS). Workshop ini dilakukan sebagai sarana untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terkait investasi di Pasar Modal Syariah.