Kamis 26 Oct 2017 09:26 WIB

Sopir Daring Tolak Aturan Stiker

Rep: Rahayu Surbekti, Muhammad Nursyamsi/ Red: Elba Damhuri
Taksi Online Ilustrasi
Foto: Republika/Yasin Habibi
Taksi Online Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa organisasi sopir taksi daring menolak lima poin yang tertulis dalam revisi Peraturan Menteri Perhubungan (PMP) Nomor 26 tahun2017. Mereka menolak adanya aturan stiker untuk mobil yang dimiliki, pembatasan wilayah, kode khusus nomor polisi mobil, uji kir ketrik, dan pasal yang dianulir Mahkamah Agung (MA).

Organisasi yang terdiri atas Posko Nasional Driver Online, Perkumpulan Armada Sewa Indonesia menyampaikan penolakannya dalam aksi demonstrasi di depan Kementerian Perhubungan. Salah satu sopir taksi daring, Bowie, mengungkapkan, hingga saat ini belum menyetujui rumusan revisi aturan yang dibuat Kemenhub.

Terutama, mengenai persoalan stiker yang menurutnya merugikan sopir taksi daring. "Kami belum setuju dengan itu karena menurut kamui justru dengan menempel stiker itu, malah mengancam keselamatan kami," ucap Bowie di Jakarta, Rabu (25/10).

Dia menuturkan, di wilayah DKI memang tidak banyak kasus gesekan antara sopir taksi daring dan angkutan resmi lain. Tapi, kata dia, di Bekasi dan Tangerang masih banyak kasus gesekan yang berdampak buruk terhadap keselamatan sopir.

"Di Bekasi dan Tangerang itu ada sopir yang digebukin sama massa karena tidak suka ada taksi daring. Apalagi kalau ada stiker nanti semakin terlihat," tutur Bowie. Untuk itu, ia sama sekali menolak dengan adanya penggunaan stiker yang akan ditempelkan di bagian depan dan belakang mobil.

Sementara itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meminta taksi daring dan resmi untuk menyepakati aturan tersebut meski tidak bisa memuaskan semua pihak. Sebab, kata Budi, jika ada pihak yang memaksakan kehendak, akan terus menimbulkan masalah dan tidak mencapai kesepakatan.

Menurut Budi, jika ketidaksepakatan terus berlanjut, akan membuat masyarakat semakin emosional. "Saya yakin semua bisa berjalan baik karena dari pembicaraan-pembicaraan yang saya lakukan itu memberikan respons yang baik," ujar Budi di Jakarta, Rabu (25/10).

Dia mengatakan, pemerintah berupaya mewujudkan kesetaraan tersebut antara taksi daring dan resmi. Salah satu yang menjadi perhatian, menurut dia, adalah soal tarif dan stiker di badan kendaraan taksi online.

Dia mengatakan, tarif batas bawah harus diatur agar tidak ada praktik monopoli. Sementara, stiker untuk melindungi pengendara kendaraan pribadi serta memberikan ruang agar tidak berlaku peraturan ganjil-genap untuk taksi daring.

"Saya juga dibilang katanya bapak menteri ini senengnya dengan online sampai dimaki-maki orang. Saya katakan juga kalau konvensional harus berubah," katanya.

Menhub juga menuturkan, sudah ada kemajuan mengenai proses pembuatan revisi aturan taksi daring tersebut. Budi mengungkapkan, perkembangan revisi tersebut sudah sampai ke Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM (Kemenko Polhukam). "Revisinya sudah (di Kemenko Polhukam). Kapan terbutnya tunggu dari Kemenko Polhukam dulu," kata dia

Sementara itu, Direktur Angkutan dan Multi Moda Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Cucu Mulyana memastikan, revisi akan tetap berlaku tepat waktu pada 1 November 2017, meski masih ada banyak pihak yang masih memiliki keberatan.

Cucu yakin semua pihak bisa berpikir secara dewasa karena meski revisi belum bida dikatakan sempurna, tetapi untuk kesetaraan semua pihak. "Insya Allah, kita berjalan di payung yang sama untuk memberikan ruang yang sama kepada semuanya," tutur Cucu.

Revisi PM Nomor 26 Tahun 2017 akan berlaku awal bulan depan dengan diberikan masa peralihan selama tiga bulan. Dalam masa peralihan tersebut, semua pihak, terutama taksi daring, bisa melakukan penyesuaian terkait izin dan perlengkapan yang harus diterapkan sesuai aturan tersebut.

Ikuti aturan

Kepala Dinas Perhubungan Nusa Tenggara Barat (NTB) Lalu Bayu Windia meminta perusahan taksi daring di NTB mengikuti rancangan revisi Peraturan Menteri (PM) Nomor 26 Tahun 2016. "(Taksi) online sudah ada revisi dari PM 26, poin-poinnya sudah ada. Kita harapkan pengguna taksi online mengikuti revisi itu," ujar Bayu.

Bayu menilai, peraturan yang dikeluarkan pemerintah bertujuan melindungi masyarakat, baik taksi online, taksi konvensional, dan konsumen. Seperti adanya tarif batas atas dan tarif batas bawah di mana tarif batas bawah bertujuan melindungi para perusahaan. Sedangkan, tarif batas atas demi melindungi konsumen.

"Tarif batas atas agar melindungi konsumen. Jangan sampai (dari Mataram) ke Bandara Internasional Lombok itu Rp 500 ribu, jangan dong," lanjut Bayu.

Pelarangan taksi daring yang sempat terjadi di sejumlah daerah, kata Bayu, tak lepas dari adanya kekosongan hukum lantaran keputusan PM 26 dianulir demi menghindari gesekan yang terjadi di lapangan.

Untuk NTB, lanjut Bayu, jumlah armada taksi daring saat ini sudah mencapai 700 armada. Dinas Perhubungan NTB sedang melakukan kajian untuk menetapkan besaran kuota armada agar mengatur keseimbangan antara taksi daring dan taksi konvensional.

"(Kuota) kita mau hitung ulang, mungkin sampai 1.100 armada," kata Bayu menambahkan.

(Editor: Ichsan Emrald Alamsyah).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement