Rabu 25 Oct 2017 20:16 WIB

PT RAPP Minta Kepastian Hukum Berinvestasi

Hutan Tanaman Industri di Riau, Selasa (25/10).
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Hutan Tanaman Industri di Riau, Selasa (25/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasca-dibatalkannya rencana kerja usaja (RKU) pada 16 Oktober 2017, maka operasional hutan tanaman industri (HTI) PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), terhenti. Perusahaan di bawah April Asia Group ini pun meminta kepastian hukum berinvestasi kepada pemerintah, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Apalagi, RAPP senantiasa mematuhi peraturan perundangan yang berlaku di Negara Republik Indonesia," Head of Corporate Communication PT RAPP Djarot Handoko, dalam keteranganya yang disampaikan kepada Republika.co.id, Rabu (25/10).

Dikatakan Djarot, perihal permintaan KLHK untuk merevisi RKU, PT RAPP sudah beberapa kali mengajukan revisi. Namun, usulan revisi RKU belum dapat disetujui karena HTI yang sudah dipanen tidak boleh ditanami kembali.

Menurut Djarot, sedari awal hingga sekarang, pihaknya selalu mengikuti peraturan dan perundangan yang berlaku. Berdasarkan Pasal 45 huruf a PP71/2014 sebagaimana diubah pada PP57/2016 menyatakan 'izin usaha dan atau kegiatan untuk memanfaatkan ekosistem gambut pada fungsi lindung ekosistem gambut yang telah terbit sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku dan sudah beroperasi. "Ini dinyatakan tetap berlaku sampai jangka waktu izin berakhir'," kata Djarot.

Karena itu, menurut dia, selayaknya diberikan kepastian hukum kepada PT RAPP yang telah beritikad baik melakukan investasi sesuai dengan izin yang telah diperoleh sebelumnya dan sesuai ketentuan peraturan yang berlaku. Apalagi, kata dia, perusahaannya menerima kebijakan KLHK tersebut.

"Dan kami bersedia untuk melakukan proses revisi RKUPHHK-HTI dengan permohonan untuk mendahulukan penyelesaian lahan usaha pengganti (land swap) secara bertahap. Yakni, dengan kondisi clean and clear secara layak teknis dan ekonomis di sekitar lokasi industri, sebelum areal tanaman pokok dijadikan kawasan fungsi lindung gambut," katanya. Jika tidak tersedia land swap dan harus revisi RKU, ucap dia, maka areal tanaman pokok PT RAPP dan mitra berkurang 50 persen untuk sumber bahan baku Utama PT RAPP.

Djarot mengatakan, sejak dibatalkannya RKU tanggal 16 Oktober 2017, sebagai perusahaan yang patuh hukum, PT RAPP menghentikan seluruh operasional HTI. Tanpa adanya payung hukum RKU, dengan sendirinya Rencana Kerja Tahunan (RKT) tidak berlaku, hal ini didukung oleh pendapat pakar hukum tata usaha negara.

Namun, kata dia, dampak pembatalan ini adalah berhentinya seluruh kegiatan di HTI PT RAPP. Yakni, meliputi kegiatan pembibitan, penanaman, pemanenan dan pengangkutan di seluruh areal operasional PT RAPP yang terdapat di 5 Kabupaten di Provinsi Riau, yaitu Pelalawan, Kuantan Sengingi, Siak, Kampar, dan Kepulauan Meranti.

Padahal, kata dia, investasi yang telah perusahaan lakukan hingga saat ini telah mencapai Rp 85 triliun. Demi mendukung program hilirisasi industri pemerintah (downstream), PT RAPP telah melakukan investasi baru dengan membangun pabrik kertas dan rayon (tekstil) yang mencapai Rp 15 triliun, sehingga total investasi dari hulu sampai ke hilir mencapai Rp 100 triliun.

Di sisi lain, perusahaannya yang berorientasi ekspor, menghasilkan devisa bagi negara sekitar 1,5 miliar dolar AS atau Rp 20 triliun per tahun. PT RAPP juga bertanggung jawab secara langsung kepada lebih dari 15 ribu karyawan dan lebih dari 35 ribu mitra karyawan.  "Selain membutuhkan kepastian bahan baku, semua ini juga membutuhkan jaminan dan kepastian hukum dalam berinvestasi," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement