Sabtu 21 Oct 2017 02:18 WIB
3 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK

Pembangunan Infrastruktur Belum Pengaruhi Pendapatan Rakyat

Rep: rahayu subekti/ Red: Budi Raharjo
Foto aerial proyek pembangunan infrastruktur nasional jalan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) di kawasan Rancakalong, Sumedang, Jawa Barat, Selasa (30/5).
Foto: Antara/Fahrul Jayadiputra
Foto aerial proyek pembangunan infrastruktur nasional jalan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) di kawasan Rancakalong, Sumedang, Jawa Barat, Selasa (30/5).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Genap sudah masa kepemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla mencapai tiga tahun pada 20 Oktober ini. Pemerintah pun terus menggenjot pembangunan infrastruktur.

Terkait dengan program tersebut, Anggota Komisi V DPR Nizar Zahro meminta pembangunan tersebut harus menjamin adanya peningkatan di bidang ekonomi. Hanya saja, Nizar sejauh ini tidak melihat dampak tersebut mulai tumbuh. "Infrastruktur yang sudah dibangun setiap tahun ini tidak memberikan dampak yang masif dalam bidang ekonomi," kata Nizar kepada Republika, Rabu (18/10).

Walaupun tengah gencar dibangun, Nizar beranggapan upaya yang menggunakan anggaran dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencapai sekitar Rp 165 triliun itu tak berdampak maksimal. Seperti pembangunan jalan raya, jalan tol, bandara, dan pelabuhan menurutnya tidak ada efek secara masif terutama pada pendapatan per kapita.

"Sekarang tol kita bisa mencapai menjadi 567 kilometer tapi pendapatan per kapita akibat dibanggunnya tol dan pelabuhan itu tidak tampak sekali. Harapan kita dulu Pak Jokowi membangun infrastruktur bisa menambah lapangan kerja baru namun kenyataannya tidak seperti itu," ungkap Nizar.

Nizar mencotohkan Bandara Miangas yang diresmikan sejak 2016 malah menunjukkan adanya dampak negatif. DPR, kata dia, mengharapkan bisa menumbuhkan perekonomian dan daya beli masyarakat di luar Jawa tapi hal itu belum terjadi secara masif.

Selain dampak, Nizar juga mengkritik soal bertambahnya utang sejalan pembangunan infrastruktur yang tengah dilakukan. "Jika proyek infrastruktur diambil dari utang dalam dan luar negeri dengan surat berharga maka ini setiap hari negara kita utangnya bertambah," tutur Nizar.

Dia menjelaskan, pembangunan infrastruktur menambah utang negara sebanyak Rp 1,5 triliun setiap harinya. Menurutnya, masyarakat perlu mengetahui pembangunan infrastruktur tersebut bukan lah dari uang pajak dan malah berisiko menambah utang negara.

Nizar menyarankan pembangunan infrastruktur yang masih dikerjakan saat agar memberikan dampak yang positif bagi perkonomian Indonesia harus terintegrasi dengan kawasan ekonomi khusus. "Meskipun utang tapi daya beli masyarakat tetap tumbuh," ujar Nizar.

Dia pun menyesalkan proyek tol yang kini masih terus digenjot malah digabungkan dengan adanya aturan penggunaan pembayaran elektronik. Nizar menilai upaya tersebut akan menimbulkan masalah baru terutama dengan adanya PHK besar-besaran.

Meskipun seperti PT Jasa Marga (Persero) menyatakan akan mengalihkan karyawannya ke anak perushaan namun tetap saja ada pengurangan. Lalu, Nizar pun masih khawatir dengan belum terbiasanya penggunaan uang elektronik justru menambah antrean di jalan tol.

Intinya, lanjut dia, pembangunan infrastruktur yang ada saat ini harus memberikan efek kepada ekonomi masyarakat. Dia mengharapkan, presiden seharusnya bisa memilih mana infrastruktur yang lebih dibutuhkan atau diprioritaskan.

"Kita tahu lah di Jakarta lagi dibangun di mana-mana, LRT hingga kereta cepat menuju bandara. Tapi nampaknya hal tersebut belum urgent," jelas Nizar.

Selain itu, Nizar tidak setuju jika nantinya semua proyek infrastruktur tersebut memiliki kemungkinan akan dialihkan pengelolaannya kepada swasta. Ppresiden seharusnya bisa memberikan peringatan karena seharusnya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bisa memberikan keuntungan kepada anggaran negara.

Meski kekhawatiran tersebut hingga dampak yang belum masif kepada perekonomian muncul, Nizar yakin Presiden masih bisa memaksimalkan pembangunan lain yang bisa berdampak langsung kepada masyarakat. "Kembali ke prioritas nasional yang mendesak seperti bendungan yang masih dibutuhkan oleh banyak daerah terluar," ujar Nizar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement