REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak mentah naik satu persen pada Senin, (16/10). Hal itu terjadi saat pasukan Irak memasuki kota kaya minyak, Kirkuk, dan merebut wilayah dari pejuang Kurdi.
Akibatnya, Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) memotong produksi minyaknya. "Kami melihat ketegangan politik yang meningkat di Timur Tengah, memberikan dukungan di pasar saat ini. Di antaranya di Kurdistan, Irak, dan beberapa ketidakpastian di sekitar Iran," ujar Analis Pasar Energi di CHS Hedging LLC di Inver Grove Heights Minnesota Anthony Headrick, seperti dilansir Reuters, Selasa, (17/10).
Kurdistan Irak secara singkat pun menutup produksi 350 ribu barel per hari (bpd) dari ladang minyak utama Bai Hassan dan Avana karena masalah keamanan. Pasalnya, Irak melancarkan operasi pada Minggu, (15/10), ketika krisis antara Baghdad dan Pemerintah Daerah Kurdi (KRG) meningkat. Sebelumnya, KRG memilih merdeka dalam referendum 25 September.
Kini harga minyak mentah Brent LCOcl naik 65 sen atau 1,1 persen menjadi 57,82 dolar AS per barel. Sedangkan minyak mentah AS naik 42 sen atau 0,8 persen menjadi 51,87 dolar AS per barel.
Pemerintah KRG mengatakan, pasukannya telah menguasai North Oil Co Irak, dan ladang dengan cepat melanjutkan produksi. Mereka juga menyebutkan, minyak terus mengalir melalui jalur ekspor dan tidak ada cara untuk menghentikannya.
Hanya saja, aksi itu membuat pasar semakin gelisah. Hal itu karena, sekitar 600 ribu bpd minyak diproduksi di wilayah tersebut, ditambah Turki mengancam akan menutup jalur yang dioperasikan KRG atas pemerintahan Baghdad.
"Kontrol pemerintah terhadap kandang minyak dan kontrol Kurdi terhadap pipa menciptakan tantangan bagi kelanjutan ekspor minyak. Baghdad masih memerlukan kesepakatan pembagian pendapatan baru dengan Irbil serta berbagai partai Kurdi," tulis Grup Eurasia dalam sebuah catatan.
Kemudian, ada juga kekhawatiran baru mengenai sanksi AS terhadap Iran. Pasalnya Presiden AS Donald Trump pada Jumat lalu menolak untuk menyatakan, Teheran mematuhi kesepakatan itu meski inspektur internasional mengatakan hal itu. Sekarang, kongres mempunyai waktu 60 hari untuk memutuskan, apakah Teheran akan mendapat sanksi ekonomi lagi.