Ahad 15 Oct 2017 10:19 WIB

Bursa Berjangka Komoditas Indonesia Kalah Saing

Red: Nur Aini
Bursa Berjangka Jakarta
Bursa Berjangka Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Bursa Berjangka Komoditas Indonesia (Jakarta Futures Exchange) masih kalah bersaing dengan negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia meskipun negara telah membuka perdagangannya sejak 2000.

Head of Corporate Secretary Kliring Berjangka Indonesia Agung Waluyo mengatakan banyak faktor yang menyebabkan Bursa Berjangka Komoditi (BBK) ini mengalami pertumbuhan sangat lambat, salah satunya karena bursa yang ada di negara lain jauh lebih maju.

"Hingga kini Indonesia masih kalah jauh dibandingkan Malaysia untuk perdagangan berjangka komoditas. Dilihat dari volume transaksinya saja, Malaysia bisa 26 kali lebih besar dibandingkan Indonesia," kata Agung dalam kegiatan edukasi bursa berjangka ke sejumlah wartawan di Palembang, Ahad (15/10).

Menurut Agung butuh upaya serius dari berbagai pihak jika ingin memajukan BBK ini. Indonesia sebenarnya dapat saja mencontoh cara Malaysia dalam menstimulus pertumbuhannya. "Keseluruhan Kementerian di Malaysia berupaya menjadi komoditi yang mereka awasi masuk dalam bursa," kata Agung.

Melalui cara ini pula kiranya yang membuat bursa komoditi berjangka tumbuh di beberapa kota di Amerika Serikat seperti di New York dan Chicago. Sementara ini, BBK mencatat 58 anggota pialang dan 15 anggota pedagang dengan total anggota bursa 75. Dari jumlah ini, sebanyak 30 anggota dinyatakan aktif, 10 anggota kurang aktif, dan 18 anggota tidak aktif. Menurut Agung, jumlah ini masih sedikit jika mengacu pada total GDP Indonesia. "Sebenarnya peluang bagi Indonesia di masa datang karena potensi pasar masih sangat besar sekali," kata dia.

Sementara itu, Kepala Divisi IT Bursa Berjangka Jakarta (Jakarta Futures Exchange) Lukas Lauw membenarkan bahwa pertumbuhan BBK di Indonesia sangat lambat meski sudah 17 tahun berkiprah.

"Hingga kini bisa dikatakan masih bayi, belum take off karena jujur saja, hingga kini sulit untuk mengalihkan investor yang sudah kadung bergabung dengan bursa lain untuk masuk ke bursa dalam negeri," kata dia.

Menurutnya, banyak langkah yang sudah dilakukan pemerintah dalam hal ini Kliring Berjangka Indonesia namun tak kunjung mendongkrak pertumbuhan. Hal itu di antaranya, turut memperdagangkan olien seperti bursa Malaysia yang sejak lama telah memperdagangkan CPO. Kemudian menyediakan sarana perdagangan elektronik dengan mengratiskan pialang. "Kami tanyakan ke pialang, mengapa tidak masuk bursa di Indonesia saja. Mereka bilang, harga-harganya kurang seksi, kurang fluktuatif. Saya pikir, ada benarnya juga," kata Lukas.

Hingga kini Indonesia masih jauh tertinggal dalam sisi pemanfaatan sarana investasi di lantai bursa, baik di Bursa Efek dan Bursa Berjangka. Hal ini dapat terlihat dari jumlah akun, di BEI hanya ada 600 ribu akun, sedangkan di JFX hanya 120 ribu akun. Secara ideal seharusnya mencapai 5 persen dari total penduduk sekitar 250 juta jiwa.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement