Jumat 13 Oct 2017 14:51 WIB

Kinerja IHSG Diprediksi Positif Meski Dibayangi Aksi Jual

Red: Nur Aini
Layar indeks harga saham gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Selasa (3/10).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Layar indeks harga saham gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Selasa (3/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Manulife Aset Manajemen Indonesia optimistis kinerja indeks harga saham gabungan (IHSG) akan terus mencatatkan kinerja positif meski dibayangi tren aksi jual saham oleh investor asing.

"Kami masih tetap optimis akan daya tarik pasar finansial dan iklim investasi di Indonesia. Kinerja pasar saham Indonesia akan didukung oleh gabungan dari perbaikan ekonomi global dan domestik," kata Portfolio Manager, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, Andrian Tanuwijaya dalam kajiannya di Jakarta, Jumat (13/10).

Dari sisi global, Andrian Tanuwijaya mengemukakan bahwa pihaknya melihat perbaikan ekonomi secara merata di negara berkembang maupun negara maju. Kondisi itu sangat menguntungkan bagi negara Asia sebagai "pabrik dunia" yang dominan memproduksi barang dan jasa kebutuhan bagi berbagai belahan dunia, dan dampak lanjutannya adalah meningkatnya aktivitas industri dan ekspor Asia.

Faktor global lainnya, kata dia, saat ini kebijakan bank sentral dunia juga masih tetap akomodatif didukung oleh inflasi yang rendah, sehingga mengurangi tekanan bagi bank sentral untuk menaikkan suku bunga. Dari sisi domestik, Andrian Tanuwijaya mengatakan data makroekonomi yang menunjukkan stabilisasi dengan inflasi terkendali, cadangan devisa mencapai rekor tertinggi, defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) terjaga, serta nilai tukar rupiah yang berada dalam kisaran target pemerintah dan Bank Indonesia.

"Memang pemulihan ekonomi tidak berjalan secepat yang diekspektasi sebagai akibat kebijakan pengurangan subsidi di semester pertama, tetapi di semester kedua ini Bank Indonesia melakukan pelonggaran moneter, dengan memangkas suku bunga untuk mendorong kembali laju pertumbuhan ekonomi. Pada akhirnya, hal ini dapat berdampak positif pada kinerja emiten," ujarnya.

Terkait aksi jual saham oleh investor asing, Andrian Tanuwijaya mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor domestik yang menjadi perhatian asing, yakni dugaan pelemahan daya beli masyarakat, dan kekhawatiran mengenai peningkatan ketegangan politik menjelang Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. "Faktor itu akan terus dicermati, namun untuk saat ini kami menilai sentimen aksi jual oleh asing masih bersifat temporer," ujarnya.

Meski investor asing saat ini cenderung melakukan aksi jual, Andrian Tanuwijaya mengatakan IHSG justru cenderung mengalami penguatan bahkan sempat menembus rekor tertinggi sepanjang sejarah. "Itu telah menunjukkan semakin besarnya peran investor domestik di pasar saham Indonesia. Ke depannya, keyakinan investor domestik seharusnya dapat meminimalkan risiko goncangan pasar dari faktor eksternal," katanya.

Saat ini, kata dia, juga masih banyak perdebatan mengenai pelemahan daya beli masyarakat. Apakah memang terjadi secara luas, atau terjadi pada kelompok-kelompok atau sektor tertentu, atau ada perubahan dari perilaku konsumen saat ini. "Namun yang harus diapresiasi adalah sigapnya pemerintah mencermati kondisi dan mengubah kebijakan untuk menopang daya beli," katanya.

Ia menyampaikan, pemerintah menetapkan untuk tidak mengubah harga barang-barang subsidi seperti BBM, elpiji, dan tarif listrik, yang penting sekali bagi masyarakat terutama kalangan menengah bawah. Selain itu secara historis belanja pemerintah memiliki korelasi dengan daya beli masyarakat, sehingga usaha pemerintah untuk mempercepat belanja pemerintah di semester dua 2017 diharapkan juga dapat membantu daya beli masyarakat.

Selain itu, Andrian mengatakan bahwa tingkat keyakinan, baik dari investor, dunia usaha, maupun konsumen akan menjadi kunci penting bagi iklim investasi dan sentimen di pasar keuangan, termasuk saham. "Oleh sebab itu, kami terus memperhatikan dampak pelonggaran moneter kepada perekonomian riil. Jika transmisi penurunan suku bunga Bank Indonesia tidak secara efektif mendorong laju ekonomi, akan terjadi kekecewaan pasar, turunnya keyakinan investor dan selera berinvestasi," katanya.

Di sisi lain, kata dia, faktor eksternal juga penting untuk diperhatikan antara lain perkembangan reformasi perpajakan Amerika Serikat, pertemuan Bank Sentral AS atau The Fed pada Desember, perkembangan geopolitik Asia Utara, serta arah kebijakan ekonomi Tiongkok pasca National Party Congress.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement