REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Belanja warga Inggris menunjukkan peningkatan per September 2017 termasuk saat Paskah. Namun, hal ini lebih disebabkan karena harga barang terutama bahan makanan dan pakaian yang naik pasca-keputusan Inggris keluar dari Uni Eropa (Brexit).
Konsorsium Ritel Inggris (BRC) menyebut, penjualan ritel tahunan tumbuh 1,9 persen per September 2017. Peningkatan ini diikuti sinyal inflasi karena jatuhnya nilai poundsterling.
Seperti dilansir dilansir Reuters, Selasa (10/10), BRC menyatakan, pertumbuhan total penjualan per September 2017 agak turun menjadi 2,3 persen dari 2,4 persen pada Agustus 2017. Namun, hal itu masih menunjukkan daya beli yang solid.
Di sisi lain, konsumen juga tidak banyak menunjukkan keyakinan atas pilihan belanja mereka. ''Belanja masyarakat masih berpusat pada kebutuhan baju musim dingin dan perlengkapan persiapan sekolah. Sementara belanja perabot rumah atau barang elektronik cenderung ditunda,'' kata Direktur Eksekutif BRC, Helen Dickison.
Penjualan makanan juga naik 2,5 persen dalam triwulan hingga September 2017. Sementara penjualan non-makanan hanya naik 0,5 persen.
Konfederasi Industri Inggris pada September sempat menyatakan pertumbuhan penjualan ritel menunjukkan hal di luar dugaan karena meningkat, terutama untuk makanan dan pakaian. Ini membuat toko-toko di Inggris akhirnya merasakan peningkatan penjualan cukup signifikan dalam tiga tahun belakangan.
Bank Sentral Inggris yang sudah memberi sinyal akan menaikkan suku bunga juga memprediksi adanya peningkatan belanja warga.